Upaya Menerima Kegagalan

(Foto : di sini)

Ada banyak hal yang berakhir dengan kegagalan, dan di antara banyaknya kegagalan itu, ada lebih banyak lagi hal-hal yang tidak jadi kulakukan karena takut gagal.

Semakin dewasa, kupikir aku akan menjadi semakin berani. ‘Aku bisa melakukan apapun, aku bisa menjadi apapun!’ Tapi nyatanya, tidak. Menjadi dewasa mengubahku menjadi seorang penakut.

Aku benar-benar takut pada... kegagalan.

Berdalih melindungi diri, aku berhenti punya mimpi. Bukankah ini lebih baik? Apa yang tersisa dari kegagalan selain rasa sakit dan kecewa? Bukankah lebih baik jika sekalian saja tidak punya ‘hal’ yang nantinya hanya akan menjadi ‘gagal’?

Betul, akhirnya aku menyerah pada segala hal.

Karena takut gagal, sedari awal aku bahkan tidak berani ‘menginginkan’. Aku berikrar pada diriku sendiri untuk tidak pernah menginginkan sesuatu yang pada akhirnya tidak dapat kucapai. Aku kemudian belajar untuk cepat puas dengan segala yang kupunya. Hidup adalah perpindahan dari satu masalah ke masalah lain. Tanpa mimpi dan ambisi, bukankah hidup akan menjadi lebih ringan untuk dijalani? Haha. Aku bercanda.

Kegagalan sudah pasti menyebalkan. Tapi kamu tahu tidak, apa yang lebih menyebalkan dalam hidup selain kegagalan itu sendiri?

Segala yang tidak terduga.

Hidup yang tidak bisa diprediksi adalah bagian paling menyebalkan. Tentu saja, aku tidak bisa apa-apa selain menerimanya. Lagipula, aku bukan peramal yang bisa melihat masa depan.

Walaupun sedari awal sudah menyusun rencana antisipasi untuk menghindari kegagalan, pada akhirnya yang harus terjadi akan tetap terjadi. Rasanya lucu sekali saat menyadari bahwa untuk menghindari kegagalan pun aku tetap gagal. Penerimaan kemudian menjadi satu-satunya jalan ninjaku.

Karena segala hal yang harus terjadi akan tetap terjadi, aku berusaha untuk menerimanya dengan ikhlas—walaupun kadang masih sambil sedikit misuh, haha. Pun ketika menghadapi kegagalan, mindsetku berubah menjadi ‘Oh, ya sudah, tidak apa-apa. Nanti coba lagi pakai cara lain.’

‘Kenapa harus bersusah-payah menghindari kegagalan? Kenapa sebegitu takutnya pada kegagalan? Segala hal yang harus terjadi akan tetap terjadi, bukan?’

Bagiku, kegagalan adalah makan siang. Aku bisa saja melewatkan sarapan dan makan malam, tapi tidak dengan makan siang. Karena kegagalan tidak bisa dilewatkan, jadi ya sudah terima dan makan saja.

Aku tiba-tiba ingat sebaris kalimat ini,

“Live a simple life in a complex world”—Stray Kids, Lino.

Aku ingin menjalani kehidupan yang sederhana di dunia yang rumit ini.

Entah itu kegagalan atau berbagai hal lain yang tidak terduga, semoga kita selalu punya cara yang paling sederhana untuk menerimanya, semoga Allah yang Maha Baik dan Penyayang senantiasa memberi kita ketabahan dan keikhlasan untuk melaluinya.


(Januari, 2025)

Komentar