Cinta yang Membuatmu Merasa Aman

(Foto : di sini)

Aku banyak menulis tentang 'Cinta' di blog ini, entah dalam bentuk cerita-cerita yang bahagia atau cerita-cerita penuh luka, dan selama proses menulis itu aku sering merasa skeptis sendiri. Aku masih percaya bahwa 'Jatuh Cinta adalah perasaan melelahkan yang pada akhirnya hanya akan melemahkan'. Walaupun tentu saja, ini adalah pandangan yang sangat subjektif dan tidak berdasar. Kenapa ya aku bisa punya pandangan seperti ini? 

(Baca juga : Jatuh Cinta hanya Melemahkan)

Oya, konteks 'Cinta' yang aku maksud di sini adalah perasaan yang ditujukan untuk orang-orang di luar keluarga. Aku paham kenapa 'Cinta' dari Orang Tua bisa luas dan tidak berbatas, karena mereka adalah orang-orang yang berbagi darah denganku. Aku merasa aman dengan 'Cinta' yang mereka berikan. Walaupun aku sering menyebalkan dan punya banyak kekurangan, mereka akan tetap mencintai dengan sepenuh hati. Tapi untuk orang-orang asing di luar keluarga, yang tidak punya hubungan darah apapun denganku, apakah 'Cinta' yang mereka berikan juga akan membuatku merasa 'aman'? Apakah aku bisa tetap menjadi diriku sendiri? Apakah mereka akan tetap mencintai dengan sepenuh hati walaupun aku menyebalkan dan punya banyak kekurangan? Apa yang bisa menjadi jaminan 'Cinta' mereka tidak akan berubah?

Aku sadar bahwa 'Cinta' adalah perasaan yang sifatnya dinamis, ia bisa berubah kapan saja dan aku sama sekali tidak punya kendali untuk mengatur perasaan.

Aku ingat pernah mengakhiri sebuah tulisan dengan; 'Aku turut berduka untuk orang-orang yang jatuh cinta.'

Kalimat itu muncul begitu saja saat melihat salah satu teman yang hampir setiap hari video call berjam-jam dengan pacarnya. Walaupun belum pernah pacaran, tapi aku banyak belajar dengan mengamati dinamika hubungan teman-teman terdekatku, dan sampai sekarang aku masih belum relate kenapa orang-orang bisa memberikan 'Cinta' yang besar padahal ada kemungkinan mereka nantinya akan terluka. Dan setelah terluka pun, bukannya jera, mereka malah mengulang siklus yang sama dengan orang berbeda. Hmmm... Kok, bisa? 

'Jatuh cinta adalah perasaan melelahkan yang pada akhirnya melemahkan' menjadi perisaiku, menjadi mantra yang sering kuucap, agar lebih selektif dan berhati-hati dalam memberikan 'Cinta' untuk orang lain (atau tidak usah saja sekalian jika sedari awal menunjukkan potensi melukai). Lebih baik mencegah daripada mengobati,‘kan? Ini adalah tindakan preventif. Aku tidak menutup diri, hanya sedikit membatasi.

Beranjak dewasa, aku semakin mengerti dengan jenis cinta yang kuinginkan. Aku ingin cinta yang membuatku merasa aman, untuk membuatku tetap menjadi diriku sendiri, untuk memastikan ia akan tetap bersamaku walaupun aku menyebalkan dan punya banyak kekurangan, ia akan tetap bertahan walaupun segalanya menyulitkan. Cinta adalah perasaan yang dinamis, satu waktu bisa naik ke tingkatan yang paling tinggi, penuh hingga meluap-luap, dan di waktu yang lain bisa turun hingga ke tingkatan yang paling rendah, terjun bebas ke paling dasar. Walau begitu, ia tidak membuatku merasa takut walaupun perasaannya sedang ada di paling dasar, Aku tetap aman walaupun perasaannya sedang ada dalam riuhnya badai. Asik!

Ngomong-ngomong, saat menulis ini tiba-tiba aku jadi berefleksi sendiri. Aku ingin cinta yang membuatku merasa aman, tapi apakah aku sendiri sudah cukup mampu untuk memberikan cinta yang aman untuk orang lain? 

Haha! Aku belum bisa memastikan itu. But, maybe we could try it. Mari mengusahakannya bersama.

Semoga aku juga mampu untuk menjadi penenang, memberinya cinta yang luas dan aman, cinta yang saling membebaskan.

(Baca juga : Maukah kamu hidup denganku?)

(November, 2025)


Komentar