25 to 26

(Photo source : di sini)

“Allah yang maha baik dan penyayang.. Apa yang harus kulakukan dengan hidupku?” adalah do’a yang selalu kuucapkan selepas shalat akhir-akhir ini, saking clueless-nya aku dengan hidupku. Agak lebay memang.

Sekitar awal tahun ini, teman kecilku mengambil Sumpah Hipokrates dan resmi menyandang gelar dokter, sekarang sedang magang di salah satu RS di Bandung. Sepupuku baru saja menyelesaikan Pendidikan Pascasarjana dan foto-foto Wisuda S2-nya bertebaran di semua dinding medsosku, kerjaannya sudah settle, dan beberapa bulan lalu bertunangan. Teman-teman terdekatku satu-persatu menemukan pasangan hidupnya masing-masing, menikah, dan beberapa di antara mereka sudah punya anak-anak yang lucu. Salah satu bestieku saat SMA merintis usaha sendiri dari nol, sekarang usahanya semakin berkembang, dan ia sedang memantau progress pembangunan rumah miliknya.

Wah.. sementara aku?

Apa yang salah denganku?

Sepanjang usia 25, aku bersusah-payah melalui segala drama dan prahara yang terjadi di tempat kerja. Di tambah lagi, aku sakit. Selama enam bulan harus berobat jalan.  Hampir setengah dari usia 25 kuhabiskan dengan kontrol rutin dan minum obat. Huft!

(Baca juga : 24 [Ngobrol])

Usia 25 adalah yang paling berat dan terasa panjang. Aku merasa tidak menjadi lebih baik dari tahun-tahun sebelumnya. 

Apa yang salah?

Tahun ini usiaku 26, dan aku masih tidak tahu apa yang ingin kulakukan.

“Allah yang maha baik dan penyayang.. Apa yang harus kulakukan dengan hidupku?”

(September, 2023)