A Way to Back Home [Cerpen]

Photo source : Here
“Alma hanya tahu satu jalan pulang. Ke rumah lelaki itu –dan keluarga kecil yang dimilikinya.”
Pukul Sembilan lewat lima belas, Alma memerhatikan jarum jam di tangannya. Perempuan itu berjalan keluar dari Kantor dengan lesu sambil menenteng beberapa berkas. Ia baru saja selesai lembur. Sungguh, hari-harinya belakangan ini sangat melelahkan. Malam itu, dalam perjalanannya pulang, ia kembali memutuskan memutar jalan. Mengambil rute yang lebih jauh, dan waktu tempuh dua kali lipat lebih lama. Seperti yang selalu ia lakukan. Ini mungkin terdengar aneh, tapi ia punya alasan. Alasannya sederhana, agar dapat melewati rumah lelakinya –tidak, maksudnya, mantan lelakinya. 

Alma mempercepat langkahnya menuju halte bus. Angin malam mulai berhembus kencang, ia menyesal tidak memakai mantel yang lebih tebal. Sialan! Alma mengumpat dalam hati, hidupnya penuh dengan penyesalan. Cepat-cepat, ia merapatkan mantel tipis yang melorot di bahunya. 

Sebuah bus berhenti, Alma tidak beranjak dari tempatnya berdiri. Ia menunggu bus lain. Setelah menurunkan beberapa penumpang, Bus itu melaju pergi. Seharusnya, Alma naik Bus itu untuk sampai di rumahnya. Tapi, tidak, Alma tidak suka bus itu. Ia membenci bus yang mengantarkannya ke rumahnya sendiri. Tak lama, sebuah bus lain dengan nomor berbeda berhenti di depan Alma. Cepat-cepat, Alma menaikinya. Ini bus yang ia tunggu, bus yang akan mengantarkannya pada rumah lelaki itu. Bus yang pernah menjadi salah satu latar kisahnya dengan lelaki itu, dulu.

Kenangan selalu muncul setiap kali Alma menaiki bus ini. Bagaimana pertemuan pertama mereka, bagaimana cara lelaki itu duduk dengan tenang di sampingnya sambil membaca buku, bagaimana cara lelaki itu menatapnya, bagaimana cara lelaki itu bicara, bagaimana cara lelaki itu berjalan, bagaimana cara lelaki itu tersenyum, ah, Alma jadi rindu semua itu. Ia merindukan lelakinya.  Memikirikan semua hal itu, membuat kepala Alma hampir meledak. Alma menyenderkan kepalanya ke sandaran kursi penumpang, matanya terpejam. Sial! Bagaimana bisa Alma melupakan lelaki itu, jika setiap kali ia menutup mata hanya wajah lelaki itu yang muncul dalam bayangannya. Hampir saja Alma terkikik. Andai ia tidak ingat jika sedang berada di dalam bus, mungkin ia akan tertawa-tawa sendirian, menertawakan hidupnya yang menyedihkan ini. Kemudian, dilanjutkan dengan menangis. Setahun kebelakang, Alma sering seperti ini. Ah, Alma sepertinya mulai kehilangan sebagian kewarasannya. 

Jalanan sudah sepi saat Alma turun dari Bus. Ia melangkahkan kakinya pelan melewati jalanan yang dulu sering sekali ia dan lelaki itu lewati. Jalanan ini punya banyak sekali kenangan. Lampu jalan bersinar terang di persimpangan, Alma berhenti sejenak, menatap lampu jalan itu lekat. Tiba-tiba ia tersenyum saat mengingat lelaki itu pernah bersusah payah mengganti bola lampu yang dulu sering mati. Rasanya, Alma ingin kembali ke masa itu lagi. 

Dari persimpangan jalan, gerbang kompleks perumahan tempat lelaki itu tinggal sudah terlihat. Alma selalu tersenyum saat melihat gerbang ber-cat putih bersih itu. Ia mulai mempercepat langkahnya, melewati pos satpam yang selalu tampak ramai karena sedang ada nobar pertandingan sepak bola. Alma selalu luput dari pertanyaan satpam yang bertugas disana. 

Rumah lelaki itu tidak pernah berubah. Selalu tampak nyaman dan menyenangkan. Ia menyesal melepaskan rumah itu pada perempuan lain. Alma berdiri tepat di depan gerbang, menatap rumah ber-cat biru langit di dalamnya lama sekali. Ia menebak-nebak apa yang terjadi di dalam rumah itu. Sebenarnya, tidak ada yang bisa dilakukan. Ia hanya menatap rumah itu, dengan banyak pikiran berkecamuk. Sepertinya, seluruh sisa hidupnya hanya akan dipenuhi penyesalan. 

Sudah genap 3 tahun sejak lelaki itu mencampakkan Alma. Sudah genap 3 tahun juga, lelaki yang telah mencampakkan Alma itu berumah tangga, hidup bahagia bak ending di cerita-cerita dongeng. Bahkan, hidup lelaki itu semakin bahagia setelah istrinya melahirkan seorang anak perempuan yang cantik. Mereka menjadi keluarga kecil yang sempurna.

Sialan! Sialan! Sialan! Alma mengumpat dalam hati.

Alma benci dirinya.

Andai Alma dapat memutar waktu, ia tidak akan pernah melakukan hal terkutuk itu. Ia tidak akan berselingkuh dengan lelaki lain, saat ia tahu di sampingnya ada seorang lelaki yang begitu menyayanginya. Andai ia bisa kembali ke masa lalu, maka ia akan menyayangi lelaki itu juga dengan tulus. Mungkin, akhir ceritanya tidak akan semenyedihkan ini. Alma tidak akan berdiri menatap rumah mantan lelakinya –yang bahkan kini sudah berkeluarga, malam-malam dengan nanar dan mata berkaca-kaca.

Ternyata benar, kita tahu sesuatu itu berharga saat kita tidak memilikinya lagi.

Setelah lelaki itu pergi, Alma tidak pernah lagi merasa bahagia. Ia tidak menemukan rumah lain. Definisi rumah baginya berubah menjadi sebuah tempat tanpa makna.

Ia hanya mengenal satu rumah. Lelaki itu.

Maka, Alma hanya tahu satu jalan pulang. Ke rumah lelaki itu –dan keluarga kecil yang dimilikinya.

Ponsel Alma terus berdering. Ia melihatnya sekilas, ada panggilan masuk. Alma bergeming, tak ada keinginan sedikitpun untuk menjawab panggilan itu. Bagi Alma, ini adalah pertanda bahwa ia harus pulang. Dengan malas, ia memesan taksi online untuk mengantarkannya ke rumah.

Rumah—, Ah, Alma ingin tertawa

Tempat asing itu adalah tempatnya tinggal 2 tahun ini bersama seorang lelaki baik dan bayi laki-lakinya yang lucu. Ya, Alma pun sebenarnya sudah menikah. 

***
-Epilog-

Taksi yang dipesan Alma sudah menunggu di depan gerbang, Alma beranjak pergi dengan malas. Ia melewati sebuah Taman Bermain. Alma refleks berhenti. 
“Aku sayang kamu.” ucap lelaki itu. Pelan dan menenangkan. Matanya teduh menatap Alma. 
Malam itu, Alma dan lelaki itu sedang duduk di ayunan Taman Bermain Kompleks Perumahan. Mereka mengobrol tentang banyak hal, sampai lelaki itu mengucapkan sebuah kalimat yang terasa sangat asing bagi Alma. 
Alma langsung menoleh. 
“Aku sayang kamu.” ucap lelaki itu lagi. Tersenyum sangat manis. 
Jantung Alma berdegup satu kali, lalu satu kali lagi, dan setelahnya berkali-kali. Ini aneh. 
“Aku sayaaaaaaaang kamuuuuu..” lelaki itu berucap lagi. Kali ini sambil berayun. Matanya terpejam, tapi sudut bibirnya menyunggingkan senyum bahagia. 
Alma merasa jantungnya meledak saat itu juga.
Alma tersentak. Buru-buru, ia beranjak pergi. Dari sudut matanya, tiba-tiba setetes air meluncur keluar dengan cepat. Ia segera mengusapnya. 

***

End
Februari, 2019

Komentar

Postingan Populer