LOST THE LAST [Cerpen]

(Photo source: disini)

Di Bumi hanya tersisa dua pohon terakhir. Mereka dinamai Felix dan Stella. Kedua pohon itu merupakan pohon terakhir yang dapat tumbuh di Bumi. Setelah mereka, sekeras apapun manusia mencoba untuk menanam benih pohon, tak ada satupun yang dapat tumbuh. Tanah di Bumi tidak lagi subur. Tanaman yang ada kebanyakan merupakan hasil rekayasa teknologi, tidak lagi asli ditanam dan tumbuh di tanah. Yah, kalian tahu sendiri, bersamaan dengan majunya perkembangan teknologi, Planet Bumi ini benar-benar berubah. 

Felix dan Stella di tanam di pinggiran Kota. Mereka tumbuh bersama sejak masih di dalam tanah. Berpuluh-puluh tahun mereka hidup berdampingan meneduhi pinggiran kota. Manusia masih bisa merasakan udara sejuk saat melintasi dua pohon ini. Walaupun Kota terbebas dari polusi karena memiliki Air Purifier –sejenis alat penyaring udara, lingkungan tetap terasa gersang karena tak ada pepohonan. 

Karena sudah tumbuh bersama sejak lama, ada ikatan batin yang kuat diantara Felix dan Stella. Mirip seperti saudara kembar. Saat daun-daun di pohon Felix berguguran, Stella pun ikut menggugurkan daun-daunnya. Saat daun-daun di pohon Felix berubah warna, Stella mengikuti. Kedua pohon ini tak bisa dipisahkan. 

“Oi, Felix!” sahut Stella dalam bahasa pohon.

“Apaan?” ucap Felix malas. Ia baru saja bangun tidur.

“Tahu nggak bedanya kamu sama angka Sembilan?” Stella berucap sambil tertawa.

Felix sebenarnya tak begitu ingin menanggapi pohon di sampingnya ini, ia masih berusaha mengumpulkan kesadarannya. 

“Oi, Felix! Denger nggak?” sahut Stella lagi.

Felix kemudian kembali berucap dengan malas, “Apa emang?”

Stella tertawa, “Angka Sembilan kan Nine, kalau kamu Mine.”

Felix mendengus, kerecehan Stella kumat. Tapi Felix suka.

“Ada lagi!” sahut Stella dengan riang.

“Bis, Bis apa yang bikin bahagia?” lanjutnya.

“Please, stop!” seru Felix tidak kuat.

“Bisamamu selamanya~” Stella tertawa.

Kali ini, setelah mendengar ucapan Stella, Felix ikut tertawa. 

Felix dan Stella harus tetap bersama. 

Sampai suatu ketika, pemerintah Kota memutuskan untuk memindahkan Stella ke pusat observasi untuk diteliti. Mereka ingin mengetahui apa yang membuat pohon tersebut dapat tumbuh walau ditanam di tanah yang tidak subur. Mereka tak pernah tahu jika Felix dan Stella tidak bisa dipisahkan.

Untuk pertama kalinya, Felix dan Stella berpisah. Setelah kepergian Stella, Felix sendirian. Tak ada lagi yang menemaninya. Ia merasa sangat ketakutan. Sorot matanya mulai redup. Daun-daun di pohon Felix berguguran.

Begitu pula dengan Stella, ia tak berhenti menangis dalam perjalanan menuju pusat observasi. Ia tidak mau pergi. Tapi manusia sama sekali tidak mengerti. 

“Tolong pindahkan pohon itu dengan hati-hati!”

Kepala Pusat Observasi, Chris, memerintahkan anak buahnya untuk berhati-hati terhadap Stella. Ia tak ingin Pohon itu terluka.

Stella ditempatkan dalam sebuah lahan yang tanahnya diambil dari tempat dimana Stella tumbuh sebelumnya. Chris mengamati Pohon itu dengan seksama. Bersama dua orang ilmuwan lain, ia mulai melakukan penelitian.

“Aku ingin pulang!” teriak Stella. 

“Aku ingin bersama Felix!” teriaknya lagi. 

Sayangnya, tak ada satupun manusia yang mengerti bahasa pohon. Stella seperti berbicara pada angin, tak ada yang menyahutinya. Stella kemudian hanya bisa menangis.

Chris melihat ada kejanggalan pada Stella. Pohon itu tidak setegak biasanya. Sangat berbeda ketika ia melihatnya tadi pagi sebelum Stella dipindahkan. 

“What’s wrong with you, Stella?” ucap Chris pelan. 

Stella tak mengerti apa yang diucapkan Chris, tapi ia bisa melihat bahwa manusia itu sedang khawatir padanya.

“Aku ingin pulang!” teriak Stella.

Chris tentu tidak dapat mendengar ucapan Stella. Ia menatap pohon itu lagi dengan lekat sebelum pergi. 

“Have a nice day! Besok aku akan datang lagi.” ucap Chris sesaat sebelum menutup pintu.

Stella masih berteriak-teriak meminta pulang. 

Esoknya, Chris datang lagi bersama dua orang tim-nya untuk kembali meneliti Stella. Ia melakukan penelitian dengan serius pada Stella. Namun anehnya, ia tidak bisa menemukan jawaban apapun.  

Hari-hari berlalu begitu saja. Pohon Stella semakin mengkhawatirkan. Daun-daunnya sudah berguguran. Dahannya mulai rapuh. Batang pohon Stella terlihat semakin meringkuk. Chris tidak mengerti apa yang terjadi. Padahal ia sudah menanam Stella di tanah yang diambil dari tempat asalnya. Ia juga memberikan Stella makanan dengan kualitas yang paling baik. Tapi mengapa Stella jadi seperti ini?

“Chris, Stella sepertinya sedang sekarat.” ucap salah satu ilmuwan yang menjadi rekan Chris.

“Walaupun penelitian ini dilanjutkan, kita tetap tidak akan bisa menemukan jawaban apapun karena kondisi Stella memburuk.” ucap ilmuwan yang satunya lagi.

“Sepertinya umur pohon itu tidak akan lama lagi, Chris.”

“Oya, kemarin aku melakukan survey ke tempat asal Stella. Kalian ingat? Ada satu pohon lagi di sana, bukan? Pohon itu sudah mati.”

Chris langsung kaget. Ia menatap kedua rekannya dengan serius. Sepertinya, ia baru menyadari satu fakta yang paling penting.

“We’ll bring you back, Stella!” seru Chris.

Stella dibawa kembali ke tempat asalnya. Dalam keadaan sekarat, Stella ditanam kembali di tempatnya, di samping sebuah pohon yang kini sudah mati. 

Stella merasa senang bisa pulang. Ia masih belum sadar bahwa Felix sudah tiada.

“Oi, Felix!” sahut Stella lemah. Namun, pohon di sampinya tidak menyahut. 

“Aku pulang, nih!” sahut Stella lagi. 

Felix tetap tidak membalas apapun. 

Stella mengamati daun-daun di Pohon Felix sudah berguguran semua, dahannya keropos, dan batang pohonnya meringkuk dalam-dalam. Ia langsung menangis kencang begitu menyadari bahwa Felix sudah mati.

Esoknya, Chris pergi mengunjungi Stella. Namun, ia sangat kaget ketika menemukan pohon Stella juga ikut mati. 

Dua pohon terakhir yang ada di Bumi itu mati. 

Chris terpaku. Ia pikir keputusan untuk memisahkan kedua pohon itu merupakan hal yang buruk. Rumor itu ternyata benar, Felix dan Stella memang tidak bisa dipisahkan.

Setelah mengetahui bahwa Felix dan Stella sudah mati, masyarakat Kota menjadi sangat sedih. Mereka harus kehilangan hal yang benar-benar berharga. Tanaman. Kini, Bumi tak lagi punya tanaman asli. Semua tanaman yang ada saat ini merupakan ciptaan teknologi. Masyarakat sedih karena tidak bisa lagi merasakan udara sejuk di tengah gersangnya Kota. 

Untuk mengenang kedua pohon terakhir ini, Felix dan Stella sengaja tidak dipindahkan dari tempatnya. Di sekeliling mereka dipasangi pagar pembatas. Orang-orang dapat melihat pohon Felix dan Stella yang sudah mati, mungkin sebagai pengingat bahwa secanggih apapun Bumi di masa depan, manusia tetap membutuhkan Tanaman. Tanaman yang hidup dan bernapas bersama-sama dengan manusia.


-fin


(Februari 2020)

Komentar

Postingan Populer