Spill The Tea! [Cerpen]

(Photo source: di sini)

(Baca dulu : The Mess Up)

Shabrina, atau yang kerap dipanggil Nana, sudah bersama dengan Jaka selama lebih dari lima tahun. Mereka pertama kali bertemu saat Masa Orientasi Kampus. Pertemuan yang sebenarnya biasa saja, itupun karena mereka kebetulan berada dalam satu kelompok yang sama. Dan setelahnya, entah apa yang terjadi, Nana dan Jaka jadi sering bertemu. Entah karena berpapasan di jalan, menjadi temannya teman di tempat tongkrongan, atau karena masuk satu organisasi yang sama. Mereka akhirnya menganggap hal itu lebih dari sebuah kebetulan. Saat itulah Nana dan Jaka memulai untuk bersama. 

Awalnya semua baik-baik saja. Hubungan mereka berjalan dengan baik, dan kelihatan normal-normal saja seperti pasangan pada umumnya. Sampai kemudian, satu persatu rahasia mulai terungkap.

Selama lima tahun yang panjang itu, baik Nana maupun Jaka sudah paham dengan tabiat masing-masing. Nana, yang walaupun tampak luar kelihatan riang dan ceria, kenyataannya tak begitu. Jaka juga, walaupun kelihatan ramah dan sopan tapi sebenarnya tak selalu begitu. Mereka bersembunyi di balik topengnya masing-masing. 

Di mata orang-orang, Nana dikenal sebagai perempuan baik hati dengan perangai lembut nan anggun, padahal sebenarnya Nana ini easy to depress. Gampang sekali depresi dan sulit mengontrol emosi. Ia juga pernah berkali-kali melakukan self-harming bahkan sampai percobaan bunuh diri. Tapi hebatnya, Nana bisa menyembunyikan semua itu dengan baik. Berpura-pura seakan semua baik-baik saja. Sampai suatu ketika, ia akhirnya membuka dirinya pada Jaka. Ia melepas topengnya hanya di depan Jaka. 

Nana ini sebenarnya punya trauma masa kecil yang masih belum pulih. Setelah papanya meninggal karena suatu penyakit, ia akhirnya tinggal bersama mama dan kakak laki-laki tirinya. Masa kanak-kanaknya dihabiskan dengan menjadi korban kekerasan anak yang dilakukan oleh mama tirinya sendiri. Ia sering dipukuli. Ditambah lagi, semasa SMP ia juga menjadi korban sexual harassment yang dilakukan oleh kakak tirinya. Hidupnya benar-benar kacau saat itu. Karena tidak kuat, ia sering menyakiti dirinya sendiri sampai beberapa kali berniat bunuh diri. Sampai suatu ketika, Nana ditolong oleh salah satu tetangga yang secara tak sengaja mengetahui kondisinya. Mama tirinya akhirnya dipenjara, sedangkan kakak tirinya kabur. Nana, yang saat itu psikisnya sudah rusak, akhirnya pindah kota dan tinggal bersama saudara jauh papanya yang tidak memiliki anak. Mereka menganggap Nana sebagai anaknya sendiri. Nana kemudian rutin menjalani terapi psikis. Walaupun masih sering mengamuk, tapi kondisinya sudah jauh lebih baik sejak tinggal bersama keluarga barunya. Ia bisa memulai hidup baru, mengambil ujian paket C bahkan bisa sampai kuliah. Keluarga barunya benar-benar menyayanginya. 

Sedangkan Jaka, adalah mahasiswa most wanted yang terkenal satu angkatan. Selain ganteng, pintar juga. Semasa kuliah, nilai IPK-nya rata-rata di atas 3,5. Lulusnya pun cumlaude. Oh ya, dan jangan lupakan bahwa ia juga pernah menjadi Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa yang melegenda. Ia multi-tasking alias segala bisa. Pokoknya, hampir sempurna. Tapi ya yang namanya manusia tak akan bisa sempurna, pasti saja punya kekurangan. Termasuk Jaka, ia juga punya kekurangan. Kadang-kadang ia suka lost of control. Gampang marah dan mudah tersinggung. Kalau marah pasti main tangan. Tapi hebatnya, ia masih bisa menahan dan menutupi itu di depan umum. Pencitraannya bagus. Ia baru bisa menunjukkan dirinya yang sebenarnya hanya pada orang-orang terdekatnya, keluarga, dua orang sohib tongkorongannya sehidup-semati, dan tentu saja Nana. Mereka yang tidak akan aneh lagi kalau tiba-tiba ia mengamuk. 

Jaka juga sebenarnya punya trauma dengan kasus yang hampir mirip dengan Nana. Ia menjadi korban kekerasan anak yang dilakukan ayahnya sendiri. Ayahnya bersikap kasar bukan hanya pada Jaka, tapi pada Mamanya juga. Mamanya bahkan sampai meninggal karena dihajar ayahnya setiap hari. Saat itu usia Jaka masih sekitar 5 atau 6 tahun saat menyaksikan mamanya menghembuskan nafas terakhirnya dengan tubuh babak belur dan wajah berlumuran darah, sementara di dekatnya ada ayahnya yang sedang mabuk. Jaka benar-benar terguncang saat itu. Butuh waktu yang sangat lama sampai kondisi psikisnya membaik. Menurut kabar terakhir, ayahnya dipenjara untuk waktu yang sangat lama. Bahkan saat ia lulus kuliah, ayahnya masih berada di penjara. Jaka tak terlalu memikirkan ayahnya lagi, kini ia sudah bahagia bersama keluarga baru yang benar-benar menyayanginya.

Mungkin karena kesamaan inilah Nana dan Jaka bisa bertahan untuk waktu yang lama. Mereka bisa saling berempati pada kondisi masing-masing. Mereka juga memutuskan berhenti terapi dan hidup normal. Namun bukannya membaik, kondisi psikis mereka justru memburuk sejak mereka bersama. 

Nana dan Jaka pun sebenarnya sering merasa bahwa hubungan mereka sudah berubah menjadi tak sehat. Mereka juga sadar kalau terus dilanjutkan mereka hanya akan berakhir saling menyakiti. Berkali-kali mereka memutuskan untuk berpisah dan fokus pada terapi masing-masing, seperti yang selalu disarankan oleh orang-orang terdekat mereka, tapi berkali-kali juga mereka kembali bersama. Putus-nyambung sudah seperti rutinitas. Gimana ya, mereka itu seperti sudah terlalu lama bersama sampai nggak kepikiran lagi untuk bisa bersama orang lain. Toh, Nana dan Jaka juga sudah membuka semuanya. Dan masing-masing dari mereka mau mengerti dan menerima apa adanya. 

Hari itu, saat mereka bertengkar hebat sampai ketahuan oleh orang-orang satu Kos-an, Nana sebenarnya menyuarakan pendapatnya untuk berpisah dulu. Maksudnya, biar ia dan Jaka bisa fokus terapi lagi dan sama-sama sehat dulu baru kemudian menikah. Jaka saat itu tidak mengerti dan langsung marah. Jaka berpikir, pasalnya baru semalam ia melamar Nana dan Nana juga menerimanya, tapi pagi-paginya tiba-tiba minta putus. Mereka berdebat cukup lama. Karena Jaka marah, Nana juga jadi marah. Dan berakhirlah seperti itu.

“Jangan minta putus lagi, kita mau nikah!” seru Jaka sambil mengobati luka lebam di wajah Nana.

Nana menghela napas, kemudian mengangguk pelan. Ia sudah lelah, kalau berdebat lagi mungkin ia hanya akan berakhir dipukuli. 

“It feels so wrong but it feels so right.

Emotions bottle up, got the cap too tight,

We could talk it out, but you love to fight, right?

Is it misbehaving when we love all night?”

-Misbehave, Monsta X

Musik mengalun di seluruh penjuru kamar lewat bluetooth speaker yang dipasang di atas nakas tepat di samping tempat tidur. Nana dan Jaka tiba-tiba terdiam, mendengarkan lagu itu sampai selesai.


-fin
(Agustus, 2020)

Komentar

Postingan Populer