Sugar Mommy [Cerpen]
![]() |
| (photo source: disini) |
(Baca dulu: That Satnight [Cerpen])
Ada sebuah keluarga yang tampak sempurna. Sepasang suami-istri yang saling menyayangi, anak perempuan yang cantik dan cerdas, rumah besar di kawasan elit, dan pekerjaan bagus yang mampu menopang kehidupan hingga anak-cucu. Sang suami punya perusahaan di bidang industri, cukup terkenal, dan mapan. Ia juga memperlakukan istri dan anaknya dengan sangat baik. Orang-orang menyebutnya sebagai suami idaman. Sementara sang istri, dulunya bekerja di sebuah perusahaan saham paling terkenal. Ia dijuluki sebagai ahli saham yang melegenda, karirnya luar biasa. Setelah menikah, ia bertransformasi menjadi ibu rumah tangga yang baik. Ia mengurus suami dan anaknya dengan telaten, benar-benar seperti ibu rumah tangga idaman. Anak perempuan mereka tahun ini akan berusia 6 tahun. Ia mandiri dan tidak banyak tingkah. Cenderung penurut –atau dalam kata lain sebut saja tidak peduli apapun. Jika dilihat dari luar, keluarga ini benar-benar tampak seperti keluarga idaman.
Pada kenyataannya, sepasang suami-istri itu tidak pernah saling menyayangi. Pernikahan hasil perjodohan konyol yang dilakukan oleh orangtua mereka, tak menimbulkan efek apa-apa pada perasaan masing-masing mereka, khususnya untuk sang istri. Di rumah yang besar itu, ia sendirian dan kesepian. Sang suami lebih menyayangi pekerjaannya, sementara anak perempuannya lebih menyayangi Bibi pengasuhnya. Rumahnya terasa asing, dan sepi, walaupun ia telah tinggal bertahun-tahun di dalamnya.
Suatu hari, sang istri memutuskan keluar dari rumah. Keluarga kecilnya sama sekali tidak memberinya kebahagiaan. Ia ingin mencari kebahagiaannya sendiri, yang kemudian ia temukan pada diri seorang laki-laki yang usianya 15 tahun lebih muda. Venice, Kota itu mempertemukan mereka berdua di suatu siang yang hangat. Saat itu, sang istri sudah akan melompat dari tepi Rielto Bridge yang sepi, menenggelamkan dirinya di Grand Canal, kemudian pulang ke tanah air sebagai jasad yang tak bernyawa. Ia masih ingat saat laki-laki itu menahan tangannya. Laki-laki itu tak berucap apapun dan hanya menemaninya, hingga matahari perlahan tenggelam menampilkan senja yang tampak lebih indah ketika disaksikan berdua.
Laki-laki itu mengulurkan tangannya, dan berucap dengan suara paling menenangkan di dunia,
“Faby,”
Tangan mereka bersentuhan,
“Clara.”
Dan itulah awal mulanya. Kebahagiaan sang istri telah dimulai sejak saat itu.
***
Ada seorang anak laki-laki yang tak pernah mengenal rupa kedua orangtuanya. Namanya Faby. Ia tumbuh di sebuah panti asuhan untuk waktu yang lama. Sedari kecil, ia sudah terbiasa melihat satu persatu teman-temannya pergi, diadopsi oleh keluarga yang menginginkan anak. Namun, hanya ia yang tak kunjung diadopsi, bahkan hingga usianya menginjak 15. Satu tahun setelahnya, ia memutuskan untuk melarikan diri ke tempat yang sangat jauh. Ia putus sekolah dan memilih tinggal di jalanan, bertahan hidup dengan menjadi apa saja, mulai dari pengamen, kernet angkot, hingga copet, daripada harus tetap tinggal di Panti dan menjadi beban bagi para ibu pengurus.
Kehidupan jalanan sebenarnya tak selamanya kejam, tidak seperti yang ditampilkan di sinetron-sinetron itu, kita bisa tetap punya hidup yang tenang selama bisa bersosialisasi dan pandai menempatkan diri. Hanya saja satu, kehidupan jalanan sama sekali tak membahagiakan. Setidaknya itu yang Faby rasakan setelah beberapa tahun. Ia sebenarnya ingin punya kehidupan yang normal, kembali bersekolah, melanjutkan kuliah, punya pekerjaan yang baik, menikah, dan hidup tenang sampai tua. Ia hanya ingin punya kehidupan biasa seperti kebanyakan orang, tapi kenapa rasanya hanya ia tak bisa mendapatkannya? Ia terus bertanya-tanya sendiri.
Suatu hari, Faby bertemu dengan seorang ‘Laki-laki penghibur’. Mereka kemudian menjadi teman baik. Orang itu memperkenalkannya pada sebuah kehidupan yang instan. Faby mulai tertarik, dan pada akhirnya ia pun ikut terjerumus dalam bisnis ‘Laki-laki Penghibur’.
Kehidupan Faby berubah drastis setelah menjadi ‘Laki-laki Penghibur’. Mangsanya adalah Tante-tante kesepian yang kaya raya, yang tak akan segan memberikan semua yang Faby inginkan. Hidupnya berubah, benar-benar berubah.
Setelah beberapa tahun, Faby menjadi semakin handal. Ia tak hanya punya satu ‘Sugar Mommy’ untuk diporoti kekayaannya. Di satu hari, ia bisa ada di Paris bersama salah satu ‘Sugar Mommy’-nya menikmati Wine di restoran paling terkenal sambil menyaksikan pemandangan malam hari Menara Eiffel yang menakjubkan. Di satu hari yang lain, ia bisa tiba-tiba ada di Korea Selatan, menemami ‘Sugar Mommy’-nya yang lain berbelanja di Gangnam. Ia lebih senang menyebut ‘Sugar Mommy’-nya sebagai pacar. Kalau boleh jujur, selama ini tak sulit baginya untuk mendapatkan pacar. Ia sangat ingin berterimakasih pada kedua orangtua yang tak pernah ia temui, karena sudah memberinya wajah yang enak dilihat. Pekerjaannya jadi lancar. Namun bisnis ini tak menentu, akan ada waktunya sendiri-sendiri untuk putus dengan pacar-pacarnya. Bisa karena pacarnya sudah bosan atau jatuh cinta pada laki-laki penghibur lain, atau bisa juga karena pacarnya terpaksa ikut suaminya pindah ke luar negeri –atau kemana saja. Alasannya bisa apa saja, dan ia harus gercep menemukan pengganti. Perempuan-perempuan yang pernah menjadi pacarnya bervariasi, rata-rata berusia pertengahan 30-an sampai awal 50-an. Mulai dari wanita karir yang single sampai istri seorang pejabat. Selama tak ketahuan, tak akan ada masalah.
Faby mulai menyembunyikan identitasnya, dan pura-pura hidup normal seperti orang biasa. Ia berkuliah di salah satu Perguruan Tinggi Swasta, setelah sebelumnya berkali-kali mengikuti ujian kesetaraan. Semasa kuliah, ia aktif ikut kegiatan sana-sini dan menjadi mahasiswa yang populer. Setelah lulus pun, ia dapat pekerjaan yang baik di sebuah perusahaan terkenal –walaupun tentu saja, itu dibantu oleh salah satu pacarnya. Hidup Faby berjalan dengan sangat baik. Sampai suatu hari, ia jatuh cinta pada salah satu pacarnya, yang membuat ritme kehidupannya jadi berantakan.
***
“Ngeyel, sih, lu! Nggak kapok-kapok! Gua udah bilang berhenti dari kerjaan itu. Toh, duit lu udah banyak ini!” Jaka, sebagai salah satu sohib tongkrongan Faby sehidup semati, mulai menasehati lagi.
(Baca juga: The Mess Up [Short Story])
Wajah Faby masih lebam, kruk juga masih terpasang di lengan kirinya. Kondisinya masih mengenaskan setelah adegan pemukulan tadi malam.
Faby tak berkata apa-apa pada Jaka, ia hanya tertawa sambil meringis. Luka di sekitar bibirnya terasa perih saat sedikit saja menggerakkan mulut.
“Lu bisa punya kehidupan yang baru! Sebagai temen, gua juga nggak mau lihat lu begini terus! Ini udah yang keberapa kali coba lakinya pacar lu ngasih pelajaran.” sahut Jaka, ia mulai menghisap rokoknya lagi.
“Elunya juga kayak orang bego, nerima-nerima aja!” tambah Jaka emosi. “Paling parah juga, sih, ini, sampe orang se-kosan tahu!”
Handphone Faby tiba-tiba berdering. Layarnya menampilkan nama Clara. Dengan gerakan cepat, Faby menekan tombon answer. Ia beranjak berdiri dan memberi isyarat pada Jaka untuk menerima telepon dulu.
“Bego!” sahut Jaka.
Faby tak menghiraukan ucapan Jaka dan mulai berjalan dengan sedikit terpincang, mencari tempat yang lebih tenang.
***
“Ulah Rama lagi, kan?” tanya Clara tanpa basa basi. Ia menyebut nama suaminya dengan penuh penekanan.
Faby tak berucap apapun. Ia menunduk dalam, mencoba menyembunyikan lebam di wajahnya, persis anak kecil yang takut dimarahi karena ketahuan berkelahi.
Clara menghela napas,
“Aku baru tahu kalau sampai separah ini.” lirihnya.
Faby mengangkat wajahnya, ia tersenyum pada Clara, senyuman yang sungguh menenangkan.
“Aku nggak apa-apa, kok!” sahut Faby.
Clara menatap Faby serius, “Aku tahu banget Rama itu orangnya kayak gimana, dia nggak akan berhenti sebelum semuanya clear sampe ke akar-akarnya. Dia bakal terus ngusik kamu, kalau kamu tetep sama aku. Kamu masih muda, bi. Kenapa mau-maunya mertahanin tante-tante yang tahun depan mau kepala empat ini?”
“Ra..” Faby memotong ucapan Clara.
“..kita putus aja, ya.” final Clara.
Faby menghela napas,
“Ra..”
“Aku juga bakal cerai. Gugatannya udah masuk Pengadilan minggu kemarin. Lagi diproses. Aku capek, bi. Setelah cerai nanti, aku bakal langsung ke Venice, ke Rumah Mama. Tinggal di sana untuk waktu yang lama, dan nggak mau balik lagi ke Indo.” ucap Clara dengan senyuman di akhir kalimatnya.
“Yang paling bikin aku sedih dari perceraian ini, udah dipastiin aku nggak akan dapet hak asuhnya Cantika. Mamanya Rama terobsesi banget ngejadiin Cantika penerus perusahaannya Rama, dan dia pasti bakal ngelakuin apa aja supaya hak asuh Cantika dikasih ke Rama.” lanjut Clara.
Faby menyimak, ia menatap Clara dengan serius.
“Jadi, bi, kita juga harus putus. Aku maksa ketemu kamu di sini karena aku pengen mengakhiri semuanya baik-baik. Kita memulai ini dengan baik, mengakhirinya juga harus baik. Aku nggak mau bawa masalah yang belum selesai ke Venice. Aku mau semua selesai sebelum pergi.” ucap Clara. Ia lantas menatap Faby penuh harap, seperti memohon untuk dilepaskan.
Faby tidak bisa apa-apa lagi. Setelah hening yang cukup lama, Faby akhirnya berucap,
“Aku sayang kamu. Semoga proses perceraian kamu lancar. Di Venice nanti, kamu jangan coba-coba pergi ke Rielto Bridge sendirian! Perlu salaman untuk mengakhiri hubungan ini?” Faby mengulurkan tangannya. Ingatannya melayang pada pertemuan pertamanya dengan Clara.
Clara tertawa kecil, ia menyambut uluran tangan Faby.
Tangan mereka bersentuhan,
“Aku sayang banget sama kamu, bi.” Clara berucap pelan, matanya mulai berkaca-kaca.
Faby mengangguk, ‘Aku juga.’
Dan setelahnya, mereka resmi berpisah.
Faby merasa ini adalah perpisahan yang paling menyedihkan, jika dibandingkan dengan perpisahannya dengan ‘Sugar Mommy’-nya yang lain.
***
Faby kembali ke Rumah Kos dalam keadaan lemas. Ia langsung masuk kamar, mengabaikan sapaan beberapa penghuni Kos lain. Ia duduk di tepi tempat tidur, menatap sebuah kotak cincin yang sudah lama ada di atas nakas. Ia meraih kotak cincin itu dan membukanya. Sebuah cincin berlian putih dengan ukiran nama ‘Clara’ ada di sana. Faby buru-buru menutup kotak cincin itu dan melemparnya ke dalam laci. Ia kemudian membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Di sudut ruangan, matanya tak sengaja menangkap sebuah kotak boneka berukuran sangat besar, hadiah untuk anak perempuan Clara. Ia menutup matanya dan kembali menghela napas.
Setelah melalui proses persidangan yang panjang, Hakim akhirnya mengabulkan permohonan gugatan cerai dari Clara. Ia telah resmi bercerai dari suaminya. Berita perceraian itu menjadi sangat heboh se-Indonesia. Banyak rumor yang menerpa Clara, salah satunya adalah karena Clara selingkuh dan lebih memilih selingkuhannya. Apalagi setelah publik tahu bahwa Clara telah meninggalkan Indonesia, hal itu semakin memperkuat dugaan bahwa Clara memang punya selingkuhan di luar negeri. Faby yang secara tak sengaja menonton berita itu di acara gosip pagi, rasanya ingin meledak.
Berbulan-bulan tanpa ada kabar lagi, Faby pikir Clara sudah hidup dengan baik di Venice sana. Sampai suatu hari, di sebuah acara gosip pagi, Clara kembali menjadi bahan perbincangan. Clara tewas bunuh diri. Dugaan sementara dari kepolisian setempat, Clara melompat dari tepi Rielto Bridge pada dini hari. Tubuhnya ditemukan setelah 48 jam di hulu Grand Canal. Faby langsung syok. Kakinya terasa lemas, dan semuanya tiba-tiba menggelap. Faby pingsan.
‘Ra.. Aku udah bilang jangan coba-coba ke Rielto Bridge sendirian..’
***
-fin
(Oktober, 2020)

Komentar
Posting Komentar