Aku #3 [Ngobrol]

(Foto milik Katalis Sachi)

(Baca juga: Aku)

Aku sering terpikir tentang ini, kelak aku tidak ingin menjadi ibu seperti mamah. Mungkin ini terdengar agak kasar, tapi itulah kenyataannya. Bukan berarti aku tidak menyayangi mamah, tentu saja aku sangat menyayangi keluargaku, aku sangat menyayangi kedua orangtuaku, tapi tidak apa-apa kan jika aku punya sebuah keinginan kecil? Kelak, aku ingin menjadi ibu yang benar-benar berbeda dari mamah. Jika mamah tahu ini, mungkin mamah akan sedih, makanya aku tidak pernah berani untuk mengatakan ini secara langsung.

Orang bilang, panutan anak laki-laki adalah ayahnya, sementara panutan anak perempuan adalah ibunya, tapi mengapa padaku itu tidak berlaku? Aku benar-benar penasaran tentang ini.

Kelak suatu hari, saat aku punya anak, aku ingin menjadi teman bagi anakku, menjadi sahabat, menjadi orang yang pertama kali dicarinya ketika ia punya banyak beban dan butuh teman bicara. Aku ingin dekat dengan anakku, sedekat ia dengan teman-temannya.

Kelak, saat ia mendewasa dan harus menentukan jalan hidupnya, aku tidak akan memaksanya untuk melakukan hal-hal yang aku inginkan, memaksanya untuk menyelesaikan mimpiku yang belum tuntas. Aku akan berdiskusi dengannya, bertanya tentang hal apa yang ia suka, atau ingin menjadi orang yang seperti apa. Kupikir, kebahagiaan anakku adalah yang paling penting. Bagaimana ia bisa bahagia jika ia menjalani kehidupan yang tidak ia inginkan? Selama apa-apa yang dikerjakan anakku tidak membawa keburukan bagi dirinya sendiri dan lingkungan sekitar, serta bertanggung jawab dengan pilihannya, restuku selalu menemaninya.

Di beberapa postingan sebelumnya, aku sering bilang bahwa aku orangnya pendiam, introvert, atau apapun itu istilahnya. Kondisi ini tidak hanya terjadi di lingkungan luar rumah, tapi juga di rumah. Aku jarang sekali berbicara saat di rumah. Kalau tidak ada yang bertanya, aku tidak pernah tiba-tiba berbicara duluan. Berbanding terbalik dengan adikku yang luar biasa riweuh dan banyak ngomong. Adikku ini benar-benar berisik dengan sering mengadakan konser dari bangun tidur sampai mau tidur lagi, suaranya bahkan terdengar sampai kamarku, atau dengan menceritakan banyak hal yang benar-benar nggak penting. Tapi ya mau bagaimana lagi, karakternya memang seperti itu.

Sehari-hari, saat di rumah, aku senang berdiam diri di kamar. Katakanlah ini lebay atau berlebihan, tapi aku seperti menyatu dengan tempat tidur. Kalau tidak ada hal yang benar-benar penting, aku jarang keluar kamar, bahkan keluar rumah. Lalu, apa saja yang kulakukan di dalam kamar sendirian? Aku menemukan kedamaian ketika sendirian. Selain rebahan, aku juga banyak menonton drama dan film, aku juga banyak menulis dan membaca, dan aku banyak melakukan refleksi diri.

Jujur saja, aku jarang sekali mengobrol dengan kedua orangtuaku. Aku hanya menjawab dengan kalimat singkat jika mamah atau bapak bertanya. Bagiku pribadi, rasanya terlalu canggung untuk mengobrol dengan mereka. Kalau kuingat-ingat lagi, saat kecil aku tidak seperti ini. Mungkin kalian tidak akan percaya, tapi dulu aku adalah anak yang cukup riang dan senang bercerita. Kupikir, semua berubah bagiku ketika melewati proses mendewasa.

Bagi kebanyakan orang, keluarga adalah penguat, tapi bagiku pribadi, justru keluarga, kedua orangtua, paling memberikan tekanan yang sangat kuat padaku. Aku benci jadi sulung, aku benci ketika mereka menaruh ekspetasi yang terlalu tinggi padaku. Aku tiba-tiba ketakutan. Aku takut jika aku gagal memenuhi segala ekspetasi itu. Aku takut jika aku berakhir mengecewakan mereka. Aku tahu mereka melakukan itu karena sayang padaku, karena mereka pikir itu adalah jalan yang baik. Mereka tidak ingin aku menjalani kesusahan seperti yang merela alami. Aku sadar betul tentang itu. Tapi, aku ini hanya manusia biasa. Aku adalah manusia biasa. Aku sama sekali tidak menemukan kebahagiaan di jalan itu. Aku yang pengecut ini, kemudian mulai melarikan diri.

Bertahun-tahun bekerja di Taman Kanak-kanak, membuatku menemukan berbagai jenis orangtua. Dari berbagai jenis orangtua itu, aku bisa melihat berbagai jenis anak. Aku mungkin tidak bisa memilih atau memberitahu orangtuaku bahwa aku ingin dididik seperti ini atau seperti itu, atau mengatakan parenting mereka selama ini salah, tapi aku bisa memilih untuk tidak membuat anak-anakku sepertiku. Aku bisa mengupayakan diri untuk memberikan didikan yang baik untuk anakku kelak.

Tapi sisi baiknya, berkat didikan kedua orangtuaku, aku tumbuh jadi pribadi yang kuat. Aku jarang menampilkan sisi lemah pada orang lain, bahkan pada keluargaku sendiri. Aku berusaha untuk menampilkan bahwa semuanya baik-baik saja dan tidak ada yang perlu dikhawatirkan. 

Tenang, aku baik-baik saja, keluargaku baik-baik saja.

Semua baik-baik saja.

Terima kasih sudah berkunjung dan berkenan membaca tulisan ini.

(Baca juga: Aku #2)

#Ngabubuwrite #NgabubuwriteWithPenulisGarut #PenulisGarut

(April, 2021) 

Komentar

Postingan Populer