Ayah, dari perspektif anak perempuannya
Aku tidak cukup familiar dengan
kata ‘Ayah’ karena aku lebih sering memanggil suami dari Mamah dengan sebutan
Bapa.
21/07/16
Bapa adalah seorang pria yang
baik, menurutku, dan mungkin menurut sebagian besar anak perempuan lainnya.
Beliau tidak pernah secerewet Mamah. Tapi, seperti magic, ketika Bapa
berbicara sepatah atau dua patah kata, seluruh anak perempuannya langsung
menyimak. Bapa adalah orang yang hebat, yang sering menambah uang jajan
anak-anaknya tanpa ketahuan Mamah.
Bapa adalah ketika aku masih
kecil dan pergi menuju alun-alun untuk menonton orang-orang di panggung
hiburan, Bapa mengangkatku dan membiarkan aku duduk di pundaknya.
Bapa adalah ketika aku masih
kecil dan merasa lelah berjalan, Bapa menggendongku di punggungnya.
Bapa adalah ketika aku masih
kecil dan hampir tenggelam di kolam Cipanas, Bapa mengangkatku dengan sigap ke
permukaan, membuatku bisa kembali menghirup oksigen di daratan.
Bapa adalah ketika aku masih
kecil, aku selalu menunggunya pulang bekerja di depan jendela. Lalu saat
bayangan Bapa muncul membuka pintu kawat dan berjalan menghampiri jendela
sambil tersenyum, aku selalu berkata di balik jendela, “Bawa apa?”.
Bapa adalah ketika aku masih kecil dan sedang
berlibur di rumah orangtua Bapa di Lampung, Bapa memboncengku dan juga Mamah
di sepeda tuanya. Aku ingat, aku duduk dengan was-was didepan, semetara Mamah
duduk di boncengannya di belakang.
Bapa adalah ketika aku masih
kecil, aku selalu menggenggam telunjuknya saat berjalan. Kedua tangan Bapa
sangat besar dan sulit bagi kedua tangan mungilku untuk menggenggamnya. Saat
jalan-jalan, Bapa tak pernah membiarkan tangannya terlepas dari tanganku.
Bapa selalu melindungiku.
Bapa adalah pahlawan di masa
kecilku, membuatku selalu aman dan nyaman. Sekeras dan sekejam apapun dunia,
aku tak merasa khawatir. Aku tak takut karena ada Bapa disampingku. Aku aman
bersamanya.
Saat aku mulai bertambah besar,
aku tak lagi menunggu Bapa didepan jendela. Aku juga sudah jarang duduk di
pundaknya dan digendong di punggungnya. Saat jalan-jalan, aku tak lagi
menggenggam telunjuknya. Aku menggenggam tangannya dan tangan Mamah. Kedua
tanganku tak lagi mungil.
Bapa adalah role model bagi anak
perempuannya. Saat Bapa membaca Koran, aku ikut-ikutan mengambil salah satu
bagian dari Koran Bapa dan mulai membacanya. Saat Bapa minum kopi, aku
ikut-ikutan meminum kopinya setelah Bapa. Saat Bapa mengikuti acara jalan
santai, aku suka ikut-ikutan. Aku berlari disampingnya sambil menggenggam
tangan Bapa.
Aku sudah besar sekarang. Jelasnya,
cukup besar.
Ya, tahun ini aku berusia 19
tahun.
Seakan ada jarak yang memisahkan
kami, aku tak tahu.
Tapi walaupun begitu, Bapa
tetaplah role model bagi anak perempuannya. Bapa tetaplah seorang pahlawan
bagi anak perempuannya. Aku selalu merasa aman saat di dekat Bapa. Aku selalu
merasa dilindungi oleh Bapa.
Bapa adalah orang yang sangat
peduli terhadap masa depanku, selain Mamah tentunya. Walaupun tidak secerewet
Mamah, Bapa punya cara tersendiri untuk mengarahkanku.
Bapa bukan seorang perokok.
Jarang sekali aku melihat Bapa merokok. Sekalinya merokok, Bapa tidak pernah
menunjukkannya di depan anak-anaknya. Bapa selalu pergi ke tempat yang jauh,
secara sembunyi-bunyi. Tidak pernah
sekalipun Beliau merokok di tengah keluarganya. Itulah yang aku kagumi dari
Bapa. Bapa tidak ingin membahayakan keluarganya. Perokok pasif lebih
membahayakan, bukan? Itulah mengapa, aku ingin Teman Hidupku nanti bukanlah
seorang perokok. Dia adalah orang yang bukannya tidak pernah merokok satu
kalipun, tapi dia yang sadar bahwa merokok itu bukan hal yang bermanfaat. Dan
sesuatu yang tidak bermanfaat, sebaiknya tidak lagi dilakukan, bukan?
Terlepas dari itu semua, sampai
kapanpun, Bapa tetaplah sosok yang di kagumi oleh anak perempuannya. Bapa
bagai Ksatria yang selalu melindungi putrinya. Bapa adalah contoh, terlebih
untuk para calon Teman Hidup anak perempuannya (kode keras). Kebijaksanaannya,
ketegasannya, kasih sayangnya, perlindungannya, dan masih banyak lagi. Aku
rasa, cowok manapun tidak akan ada yang bisa mengalahkan Bapa. Bapa adalah pahlawan terbaik sepanjang hidup
anak perempuannya. Superhero manapun akan kalah oleh Bapa.
Setiap orang pasti punya
ceritanya sendiri dengan Ayahnya. Ada cerita yang baik, atau mungkin juga
tidak. Ada cerita yang menyenangkan, atau bahkan menyedihkan. Ada pemberontakan
dan juga nasihat Ayah. Ada banyak kenangan bersama Ayah. Dan sampai kapanpun, Ayah
akan tetap menjadi sosok yang di kagumi oleh anak-anaknya, bukan hanya oleh
anak perempuannya saja. Tapi anak laki-laki pun perlu Ayah untuk belajar
bagaimana menjadi seorang pria. Benar, kan?
21/07/16
Komentar
Posting Komentar