Ayah, dari perspektif anak perempuannya

Aku tidak cukup familiar dengan kata ‘Ayah’ karena aku lebih sering memanggil suami dari Mamah dengan sebutan Bapa.

Bapa adalah seorang pria yang baik, menurutku, dan mungkin menurut sebagian besar anak perempuan lainnya. Beliau tidak pernah secerewet Mamah. Tapi, seperti magic, ketika Bapa berbicara sepatah atau dua patah kata, seluruh anak perempuannya langsung menyimak. Bapa adalah orang yang hebat, yang sering menambah uang jajan anak-anaknya tanpa ketahuan Mamah.

Bapa adalah ketika aku masih kecil dan pergi menuju alun-alun untuk menonton orang-orang di panggung hiburan, Bapa mengangkatku dan membiarkan aku duduk di pundaknya.

Bapa adalah ketika aku masih kecil dan merasa lelah berjalan, Bapa menggendongku di punggungnya.

Bapa adalah ketika aku masih kecil dan hampir tenggelam di kolam Cipanas, Bapa mengangkatku dengan sigap ke permukaan, membuatku bisa kembali menghirup oksigen di daratan.

Bapa adalah ketika aku masih kecil, aku selalu menunggunya pulang bekerja di depan jendela. Lalu saat bayangan Bapa muncul membuka pintu kawat dan berjalan menghampiri jendela sambil tersenyum, aku selalu berkata di balik jendela, “Bawa apa?”.

Bapa adalah ketika aku masih kecil dan sedang berlibur di rumah orangtua Bapa di Lampung, Bapa memboncengku dan juga Mamah di sepeda tuanya. Aku ingat, aku duduk dengan was-was didepan, semetara Mamah duduk di boncengannya di belakang.

Bapa adalah ketika aku masih kecil, aku selalu menggenggam telunjuknya saat berjalan. Kedua tangan Bapa sangat besar dan sulit bagi kedua tangan mungilku untuk menggenggamnya. Saat jalan-jalan, Bapa tak pernah membiarkan tangannya terlepas dari tanganku. Bapa selalu melindungiku.

Bapa adalah pahlawan di masa kecilku, membuatku selalu aman dan nyaman. Sekeras dan sekejam apapun dunia, aku tak merasa khawatir. Aku tak takut karena ada Bapa disampingku. Aku aman bersamanya.

Saat aku mulai bertambah besar, aku tak lagi menunggu Bapa didepan jendela. Aku juga sudah jarang duduk di pundaknya dan digendong di punggungnya. Saat jalan-jalan, aku tak lagi menggenggam telunjuknya. Aku menggenggam tangannya dan tangan Mamah. Kedua tanganku tak lagi mungil.

Bapa adalah role model bagi anak perempuannya. Saat Bapa membaca Koran, aku ikut-ikutan mengambil salah satu bagian dari Koran Bapa dan mulai membacanya. Saat Bapa minum kopi, aku ikut-ikutan meminum kopinya setelah Bapa. Saat Bapa mengikuti acara jalan santai, aku suka ikut-ikutan. Aku berlari disampingnya sambil menggenggam tangan Bapa.

Aku sudah besar sekarang. Jelasnya, cukup besar.

Ya, tahun ini aku berusia 19 tahun.

Seakan ada jarak yang memisahkan kami, aku tak tahu.

Tapi walaupun begitu, Bapa tetaplah role model bagi anak perempuannya. Bapa tetaplah seorang pahlawan bagi anak perempuannya. Aku selalu merasa aman saat di dekat Bapa. Aku selalu merasa dilindungi oleh Bapa.

Bapa adalah orang yang sangat peduli terhadap masa depanku, selain Mamah tentunya. Walaupun tidak secerewet Mamah, Bapa punya cara tersendiri untuk mengarahkanku.

Bapa bukan seorang perokok. Jarang sekali aku melihat Bapa merokok. Sekalinya merokok, Bapa tidak pernah menunjukkannya di depan anak-anaknya. Bapa selalu pergi ke tempat yang jauh, secara sembunyi-bunyi.  Tidak pernah sekalipun Beliau merokok di tengah keluarganya. Itulah yang aku kagumi dari Bapa. Bapa tidak ingin membahayakan keluarganya. Perokok pasif lebih membahayakan, bukan? Itulah mengapa, aku ingin Teman Hidupku nanti bukanlah seorang perokok. Dia adalah orang yang bukannya tidak pernah merokok satu kalipun, tapi dia yang sadar bahwa merokok itu bukan hal yang bermanfaat. Dan sesuatu yang tidak bermanfaat, sebaiknya tidak lagi dilakukan, bukan?

Terlepas dari itu semua, sampai kapanpun, Bapa tetaplah sosok yang di kagumi oleh anak perempuannya. Bapa bagai Ksatria yang selalu melindungi putrinya. Bapa adalah contoh, terlebih untuk para calon Teman Hidup anak perempuannya (kode keras). Kebijaksanaannya, ketegasannya, kasih sayangnya, perlindungannya, dan masih banyak lagi. Aku rasa, cowok manapun tidak akan ada yang bisa mengalahkan Bapa.  Bapa adalah pahlawan terbaik sepanjang hidup anak perempuannya. Superhero manapun akan kalah oleh Bapa.

Setiap orang pasti punya ceritanya sendiri dengan Ayahnya. Ada cerita yang baik, atau mungkin juga tidak. Ada cerita yang menyenangkan, atau bahkan menyedihkan. Ada pemberontakan dan juga nasihat Ayah. Ada banyak kenangan bersama Ayah. Dan sampai kapanpun, Ayah akan tetap menjadi sosok yang di kagumi oleh anak-anaknya, bukan hanya oleh anak perempuannya saja. Tapi anak laki-laki pun perlu Ayah untuk belajar bagaimana menjadi seorang pria. Benar, kan?

21/07/16

Komentar

Postingan Populer