Mencinta Tanpa Diminta


“Ah, Halo! Masih ingat aku? Apa kabar?”.

Seorang pria seperti berkomat-kamit di depan pintu secretariat OSIS. Dia mondar-mandir sambil mengucap kalimat yang sama berulang kali. Jelas, dia tengah menunggu seseorang keluar dari sana. Orang yang tidak begitu spesial, sampai suatu siang yang tiba-tiba hujan.  

“Sori?”. Ucap seorang pria yang baru saja keluar dari secretariat OSIS. Pria rapi berdasi, berkacamata, dan berlesung pipit. “Cari anggota OSIS?”. Sambung pria ber-name tag Agung Nugroho itu.

“Oh, I.. iya. Tapi nanti saja!”. Jawab pria yang mondar-mandir tadi dengan cepat. Dia agak terkejut, tapi kembali mengendalikan diri. Dia melihat Agung sekilas, kemudian beranjak pergi.

Agung agak merasa aneh, tapi dia biarkan begitu saja. Dia berjalan dengan cepat, melewati pria tadi.

“Eh, Hey!”.

Agung berhenti, lalu berbalik. Pria tadi memanggilnya. Suasana di tempat itu mendadak aneh.

“Aku menunggu seseorang. Kapan anggota OSIS pulang?”.

“Sore. Sekitar jam 4 atau 5”. Agung berucap sambil melihat jam di tangannya.

“Oh, oke!”. Pria itu mengangguk. Lalu pergi melewati Agung setelah tersenyum singkat.

Agung merasa aneh dengan pria itu. Rambut acak-acakan dengan beberapa bagian yang diwarnai agak kemerahan, anting hitam di telinga kiri, kemeja putih yang dikeluarkan, gelang yang dipakai secara berlebihan di pergelangan tangan, celana abu-abu yang kusut karena tidak setrika, dan sepatu kets warna hijau-kuning itu, sangat jelas sekali bahwa pria itu bukan pria baik-baik. Dia mirip preman daripada pelajar SMA. Tapi tunggu, ada yang aneh! Pertama, kenapa pria itu menunggu salah satu anggota OSIS? Kedua, kenapa pria itu kata-katanya sopan sekali? Sepanjang perjalanan menuju kamar mandi, Agung terus bertanya-tanya.

(^_^) (*_*)

“Mau pulang bareng?”. Agung berkata sambil tersenyum pada seorang perempuan dengan jilbab putih yang agak panjang disampingnya. Senja sudah tiba, dan matahari sebentar lagi akan tenggelam. Ternyata perkiraannya salah tentang akan pulang sekitar jam  4 atau 5.

“Engga usah. Nanti mau naik angkot aja sama yang lain. Deket ini kok! Itu Tasya yang rumahnya jauh, engga kamu tawarin?”. Respon perempuan itu sinis. Dia berjalan lebih cepat untuk menyusul teman-temannya yang lain.

“Shaliha!”.

Disaat yang bersamaan, dua orang pria berseru memanggil nama yang sama. Perempuan yang dipanggil Shaliha itu berbalik ke arah Agung, kemudian ke arah seorang pria yang berjalan dengan terburu-buru dari arah koridor. Shaliha menatap pria itu intens, begitu pula dengan Agung. Pria itu menghampiri Shaliha sambil tersenyum.

“Maaf, aku mau bicara sebentar!”. Ucap pria itu dengan nada sopan.

Shaliha diam saja. Sedangkan Agung mulai mengenalinya. Pria ini adalah pria aneh yang tadi siang Agung temui. Agung menatap pria itu dan Shaliha secara bergantian.

Shaliha menatap pria itu sekilas. Ekspresi wajahnya nampak tidak suka. Terutama pada bagian rambut, anting, pakaian, aksesoris, sepatu,  dan jaket gambar tengkorak yang diikat disekitar pinggang. Juga itu, ada tato  di lengan kirinya. Entah sengaja atau tidak, pria itu melipat lengan kemejanya sampai siku hingga  tato bergambar apalah itu kelihatan. Dan Shaliha benar-benar tidak suka dengan pria ini. Shaliha bergegas pergi.

“Tunggu! Aku mau ngembaliin ini!”. Pria itu segera membuka resleting tasnya, lalu mengeluarkan sesuatu dari sana. Sebuah jaket bergambar panda yang menggemaskan.

Shaliha berhenti, lalu berbalik. Pria itu tersenyum sambil menggenggam jaket panda itu.

“Terima kasih”. Ucap pria itu sopan.

Shaliha diam saja. Matanya membulat. Dia kaget, jaket itu miliknya. Kenapa bisa ada di tangan pria macam ini? Seingatnya, dia tak pernah sekalipun berurusan dengan orang-orang seperti pria tidak baik ini. Kecuali satu hari, ah iya! hari itu, satu siang yang tiba-tiba hujan deras.

“Masih ingat aku, tidak?”. Ucap pria itu bersemangat.

Shaliha mengernyitkan kening. Dia tidak begitu ingat dengan wajah yang beberapa bulan lalu dia temui saat berkunjung ke rapat gabungan pengurus OSIS. Dia hanya mengingat namanya. Akbar Muhammad Feisal. Ah, sekarang dia jadi menyesali perbuatannya dulu. Jika tahu hari ini pria itu akan ke sekolahnya, dia tidak akan  merasa iba dan meminjamkan jaketnya pada pria itu. Harusnya dia biarkan saja pria itu basah kuyup. Ah! Tapi kenapa dia selalu melakukan hal yang tidak seharusnya dia lakukan? Kenapa?! Shaliha frustasi.

“Sori, lo cowok yang tadi siang kan? Siapa lo? Shaliha kenal sama cowok urakan ini?”. Agung tiba-tiba berseru.

“Ah, Aku Akbar. Aku murid pindahan. Senin besok baru masuk. Halo! salam kenal”.

“Ga usah dikembaliin, jaket itu ambil aja!”. Shaliha bergegas pergi. Hari sudah semakin gelap. Adzan maghrib sudah menggema, saling bersahutan. Jika tidak pulang sekarang, dia pasti akan dimarahi karena pulang terlambat.

Agung menatap Shaliha, kemudian mengikutinya pergi. Akbar ditinggal sendirian.

“Shaliha, aku anterin ya?”. Agung masih usaha.

“Engga!”. Jawab Shaliha sinis.

“Eh? Malah ditinggal?”.  Akbar ikut pergi.

(^_^)(>_<)(*_*)













Bersambung



Komentar

Postingan Populer