Batas Cerita - 1 [Cerbung]
***
Apa
kamu tidak apa-apa?
Sayup-sayup
suara seorang perempuan tertangkap pendengarannya. Lelaki itu membuka mata dan
mendapati seorang perempuan tengah menatapnya dengan khawatir. Ia langsung
bangkit, menatap keselilingnya, dan ya, ia ingat bahwa ada yang memukul bagian
belakang kepalanya. Ia menyentuh tengkuknya yang masih terasa sakit.
Apa kamu perlu bantuan?
Perempuan
itu nampak merogoh saku jaketnya dan mengeluarkan beberapa lembar uang dari
sana. Lelaki itu tak begitu memperhatikan, ia meraih tas backpacker-nya dan
sibuk mencari sesuatu. Benar saja, seperti yang sudah lelaki itu duga, dompet
dan ponselnya menghilang. Sialan!
Lelaki itu mengumpat dalam hati. Namun ia masih bisa bernapas lega, untungnya
si pencuri tidak mengambil passport-nya.
Perempuan
itu mengarahkan uangnya. Ia meraih tangan lelaki yang tak dikenalnya itu,
kemudian menaruh beberapa lembar uang di atas tangannya.
Lelaki
itu kaget. Ia langsung menarik tangannya kembali, sehingga membuat uang yang
ditaruh perempuan itu berjatuhan ke tanah. Perempuan itu nampak heran.
Apa yang kamu lakukan?
Itulah
yang diucapkan lelaki itu sebelum ia beranjak berdiri dan menenteng tasnya,
bersiap meninggalkan perempuan itu. Ia merasa tidak perlu dikasihani.
Hey!
Lelaki
itu mulai berjalan. Ia masih bisa mendengar seruan perempuan itu, namun ia
tidak peduli.
Perempuan
itu memunguti uangnya kembali dengan sedikit kesal. Sungguh, seharusnya ia
tidak perlu repot-repot menolong lelaki itu. Ia mendongak ke arah jalan raya.
Lelaki itu nampak sedang menyebrang. Langkah lelaki itu cepat-cepat, dan
bayangannya menghilang di pertigaan.
Dasar, tidak tahu terimakasih!
Perempuan itu
mengumpat dalam hati.
***
Setiap pukul 6.30 pagi, perempuan
itu termenung di samping jendela kamarnya yang mengarah ke jalan raya,
secangkir kopi tergenggam di tangannya yang mungil. Ia selalu duduk di kursi
yang sama, setiap hari, menatap ke arah orang-orang yang berlalu lalang di
jalan raya. Segerombolan anak-anak berseragam, wanita paruh baya yang berjalan
terburu-buru, pengemis di sudut jalan, pengamen yang bernyanyi lantang saat
lampu merah, sepasang kakek dan nenek yang menyebrang pelan-pelan, dan banyak
hal. Perempuan itu hampir melihat segala jenis manusia dari tempat ia duduk.
Termasuk hari itu, tepat pada pukul 08.00 pagi, seorang pria bertubuh besar
yang di badannya dipenuhi oleh tato tampak mendekati seorang lelaki muda yang
hendak menyebrang. Pria itu lalu memukul bagian belakang kepala sang lelaki
cukup keras. Perempuan itu tertegun saat menyaksikan semua hal yang terjadi.
Perempuan itu terdiam, antara harus menolong atau dibiarkan saja. Ia langsung
beranjak berdiri saat melihat lelaki muda itu jatuh pingsan, dan pria bertato
yang telah memukulnya kabur setelah mengambil beberapa barang milik sang
lelaki. Perempuan itu berlari keluar apartemennya, dan cepat-cepat menghampiri
lelaki yang pingsan itu. Ia beberapa kali mengguncangkan tubuh lelaki itu,
namun tidak juga kunjung bangun. Perempuan itu sangat khawatir.
Apa kamu baik-baik saja?
Itulah
yang diucapkannya pertama kali pada lelaki yang baru siuman itu. Lelaki itu
nampak seperti orang yang linglung, nampak meraih-raih sesuatu, sebuah tas
backpacker tergeletak disampingnya.
Apa kamu perlu bantuan?
Perempuan
itu sadar, lelaki dihadapannya ini pasti telah kehilangan dompetnya, semua
uangnya atau barang berharga miliknya. Dengan cepat, ia merogoh saku jaketnya
dan menemukan beberapa lembar uang, lalu dengan cepat menyerahkannya pada
lelaki itu.
Namun
respon lelaki itu sungguh diluar dugaan. Lelaki itu malah melemparkan semua
uang yang diberikannya ke tanah, dan berseru dengan garang,
Apa yang kamu lakukan?
Perempuan
itu diam, menatap lelaki dihadapannya heran. Perempuan itu baru menemukan jenis
manusia semenyebalkan ini. Sedetik kemudian Lelaki itu beranjak pergi.
Hey!
Perempuan
itu berseru untuk menghentikan lelaki itu. Namun, lelaki itu tidak pernah
berhenti. Ia melihat lelaki itu berjalan cepat-cepat menyebrang jalan dan
menghilang di pertigaan. Sungguh, tidak bisa dipercaya! Jenis manusia ini yang
paling tidak ingin perempuan itu temui.
Perempuan
itu memungut kembali semua uangnya, dan berjalan cepat menuju apartemennya
kembali.
***
Lelaki itu duduk termenung di bangku
kelas ekonomi sebuah kereta. Pak tua sedang mendendangkan sebuah lagu dengan
klarinetnya di gerbong depan. Sayup-sayup, suara klarinet pak tua sampai ke
telinga lelaki itu, cukup menenangkan. Entah, ia tidak tahu lagi ini
perjalanannya yang keberapa. Lelaki itu tidak ingat.
Ia
mengeluarkan passportnya dan membuka halaman pertama. Stempel visa dari
berbagai Negara nampak menghiasi hampir semua halaman depan, ia menghitung.
Seorang pria paruh baya mengahampirinya dan bertanya perihal tiket. Lelaki itu
cepat-cepat menyimpan passportnya di bagian dalam saku jaket, kemudian
menyerahkan sebuah tiket yang ia simpan baik-baik di saku celana jeans kepada
pria paruh baya itu. Setelah menerima tiketnya, pria paruh baya itu langsung
pergi.
Lelaki
itu kembali termenung. Kadang-kadang, ia rindu rumah. Namun rasanya, rumah
sudah terlalu jauh. Dan ia juga tidak terlalu suka rumah. Lelaki itu tertawa.
Suara
peluit terdengar memekakkan telinga. Kereta yang ditumpangi lelaki itu berhenti
di stasiun tujuannya. Ia tidak tahu kenapa akhirnya memilih Negara ini sebagai
destinasi tujuannya. Ia hanya tahu bahwa di Negara ini hujan yang turun sangat
meneduhkan hati. Lelaki itu ingin berdiri dibawah hujan dan merasakan keteduhan
hati. Semakin banyak Negara yang telah ia kunjungi, semakin hatinya terasa
resah. Semakin ia tidak mengetahui jalan hidupnya sendiri.
Lelaki
itu menenteng tas backpacker-nya dan berjalan keluar gerbong bersama penumpang
lain. Ia membuka aplikasi maps. Hal pertama yang harus dilakukannya adalah
mencari penginapan, seperti yang selalu ia lakukan saat pertama kali
menginjakkan kaki di tempat baru. Ini adalah awal pencarian hujan yang
meneduhkan, petualangannya yang kesekian kalinya.
Lelaki
itu berhenti tepat di depan sebuah penginapan kecil. Diseberangnya, sebuah
apartemen mewah berdiri tegak. Lelaki itu menatap sekilas apartemen besar
dihadapannya, kemudian berjalan pelan menuju penginapan. Namun, saat lelaki itu
berbalik, ia merasa ada yang memukul bagian belakang kepalanya. Lelaki itu
tidak bisa menahan bobot tubuhnya sendiri. Dan sedetik kemudian, ia merasa
jatuh ke tanah dan pandangannya menggelap.
Lelaki
itu baru sadar saat tubuhnya terasa diguncangkan oleh seseorang. Hal pertama
yang ditangkap oleh matanya adalah sesosok perempuan. Ia menganalisa apa yang
telah terjadi padanya. Dan seperti yang telah ia duga, semua barang berharganya
menghilang. Ia menatap perempuan itu, menerka-nerka. Tidak! Perempuan sekurus
ini tidak mungkin memukulnya dengan sangat keras, bahkan membuatnya tak
sadarkan diri.
Lelaki itu tak
punya pikiran lain selain segera pergi. Ia tidak tahu akan kemana. Perempuan
itu nampak menyerahkan beberapa lembar uang, dan hal tersebut sedikit menyakiti
harga diri lelaki itu. Tidak! Ia tidak perlu dikasihani. Lelaki itu memutuskan
untuk tidak jadi pergi ke penginapan dan malah pergi ke arah yang berlawanan.
Ke penginapan pun, ia tidak akan dapat kamar karena memang tidak mempunyai uang
sepeserpun.
***
-bersambung-
Komentar
Posting Komentar