Batas Cerita - 5 [Cerbung]



***
[5]
Lelaki itu nampak kaget saat melihat bayangan perempuan yang ditunggunya sejak beberapa hari lalu, sedang duduk manis di kursi depan minimarket sambil membaca buku. Ia buru-buru keluar dari meja kasir dan berjalan setengah berlari keluar minimarket, memastikan peremuan itu nyata atau hanya imajinasinya saja. Ia mendekati perempuan itu, dan dapat dilihatnya, perempuan itu mendongak dan langsung tersenyum ke arahnya. Jantung lelaki itu terasa seperti akan meledak. Semua pertanyaan, kekhawatiran, rasa kecewa, semuanya menguap menjadi sebuah kalimat,
            Saya rindu.
***
Saya rindu. ungkap lelaki itu, pelan.
            Telinga perempuan itu rasanya gatal saat menangkap kalimat asing itu. Ia mendongak, memastikan. Dan lelaki itu sudah duduk di hadapannya. Lelaki itu mengulangi kalimatnya, dan kali ini terdengar lebih jelas.
            Saya rindu.
            Perempuan itu tidak bisa untuk tidak tersenyum. Kupu-kupu berterbangan di perutnya. Dan, itu membuat jantunya berdetak tidak normal.
            Kemana saja? sahut lelaki itu sambil tersenyum manis.
            Perempuan itu ikut tersenyum, Saya terserang gejala tifus. Dokter memaksa saya untuk tinggal di rumah sakit sampai saya sembuh.
            Lelaki itu kaget.
            Tapi, saya sudah tidak apa-apa. ucap perempuan itu meyakinkan.
            Syukurlah! Saya senang bisa bertemu kamu lagi. Saya hampir gila karena beberapa hari ini tidak bertemu kamu. sahut lelaki itu.
            Dan, jantung perempuan itu kembali berdetak tidak normal.
***
Langit menggelap. Lelaki itu menawarkan diri untuk mengantar, dan perempuan itu hanya mengangguk. Lelaki itu berjalan pelan disamping perempuan itu. Banyangan mereka tersorot lampu jalan.
            Visa saya hanya sampai lusa. ucap lelaki itu tiba-tiba.
            Mendengarnya, perempuan itu nampak kaget. Tapi, ia berusaha bersikap biasa saja.
            Benarkah? sahut perempuan itu.
            Besok hari terakhir saya disini.
            Perempuan itu mendengarkan.
            Kalau kamu tidak keberatan, maukah kamu menemani saya jalan-jalan besok?
            Perempuan itu tidak langsung menjawab. Rasanya ia perlu banyak waktu untuk dihabiskan bersama lelaki itu. Satu hari tidak akan pernah cukup. Perempuan itu memilih untuk tidak menjawab.
            Namun, saat mereka telah sampai di halaman apartemen perempuan itu, perempuan itu mengarahkan tubuhnya hingga searah dengan lelaki disampingnya.
            Saya mau. Besok, kita bertemu pukul 9 pagi di tempat ini. sahut perempuan itu.
            Lelaki itu tersenyum.
            Perempuan itu tersenyum.
            Hari itu, mereka berpisah melebihi jadwal biasanya.
***
Esoknya, tepat pukul 9 pagi lelaki itu berjalan memasuki halaman apartemen perempuan itu. Ia menunggu. Beberapa menit kemudian, perempuan itu nampak berjalan keluar dari pintu dan langsung tersenyum. Lelaki itu pun ikut tersenyum.
            Tidurmu nyenyak? sahut lelaki itu ceria.
            Perempuan itu hanya menangguk dengan senyuman yang tidak bisa ia hentikan dari bibirnya.
            Lelaki itu menatap langit, Ah~ Langitnya cerah sekali! sahutnya kemudian.
            Perempuan itu ikut melihat apa yang lelaki itu lihat, nampaknya langit sedang cerah-cerahnya. Ia langsung kaget saat merasakan tangannya digenggam. Perempuan itu langsung menoleh, dan lelaki itu hanya tersenyum, mengajaknya berjalan sambil berpegangan tangan.
            Ini terasa agak aneh.
            Tempat pertama yang mereka datangi adalah toko alat elektronik. Lelaki itu bilang ia ingin membeli sebuah ponsel. Dan ya, lelaki itu bukan pemilih. Transaksi cepat sekali dilakukan. Tidak sampai lima belas menit, lelaki itu sudah keluar dari toko sambil menggenggam sebuah ponsel yang siap digunakan. Perempuan itu berjalan cepat sambil menggenggam dua corong eskrim di tangan kanan dan kirinya. Ia mendekati lelaki itu, kemudian mengarahkan satu eskrimnya.
            Setelah mengirim satu pesan ke sebuah nomor dari ponsel barunya, lelaki itu cepat-cepat menyimpan ponselnya di saku bagian dalam jaket. Ia tersenyum sambil menerima satu eskrim dari perempuan itu.
            Sudah dapat? sahut perempuan itu lembut.
            Lelaki itu mengangguk. Ia mulai memakan eskrim di tangannya, dan berjalan pelan disamping perempuan itu.
            Hari sudah mulai terik, lelaki itu mengajak perempuan disampingnya untuk duduk di sebuah kursi di pinggir danau. Mereka sedang berjalan-jalan disekitar taman kota.
            Besok, kamu akan pulang? sahut perempuan itu, pelan.
            Pulang? lelaki itu mengulangi, kemudian tersenyum. Saya tidak pernah berpikir untuk pulang.
            Perempuan itu mengerutkan kening, tidak mengerti.
            Lalu? sahut perempuan itu penasaran.
            Beberapa hari ini, saya bimbang. Tapi hari ini, saat melihat kamu, saya sudah memutuskan. Saya tidak akan kemanapun lagi. ucap lelaki itu.
            Perempuan itu mendengarkan.
            Lelaki itu meraih tangan perempuan disampingnya, kemudian menggenggamnya erat.
            Saya ingin bersama kamu. ucap lelaki itu, pelan.
            Jantung perempuan itu terasa sesak, rasanya seperti akan meledak. Namun, jantungnya kini meledak bersama dengan bunga-bunga.
***
Ponsel lelaki itu terus bergetar sejak siang, namun ia mengabaikannya. Barulah setelah ia dan perempuan itu duduk di kursi sebuah café, lelaki itu melihat ponselnya. Ada banyak panggilan tidak terjawab dari satu-satunya kontak yang ia miliki. ‘Papa.’
            Lelaki itu mohon izin untuk menelepon, ia beranjak berdiri dan mengambil jarak, sesaat setelah perempuan itu mempersilakan. Ia membuat panggilan untuk kontak bernama ‘papa’. Terdengar nada sambung dari sana.
            Perempuan itu memperhatikan. Ia melihat lelaki itu tengah berbicara melalui ponsel –ponsel barunya, cukup serius. Kadang-kadang, lelaki itu nampak mengerutkan kening. Perempuan itu menghitung jarum jam yang berdetak. 3 menit 10 detik. Lelaki itu berbicara di ponselnya selama 3 menit 10 detik. Ia melihat lelaki itu berjalan kembali ke arahnya sambil tersenyum. Rona wajahnya berbeda. Lelaki itu nampak sedikit khawatir.
            Seorang waiter tiba-tiba datang untuk mencatat pesanan. Perempuan itu menyebutkan makanan yang diinginkannya, begitu pula dengan lelaki itu.
            Siapa? sahut perempuan itu setelah waiter meninggalkan mereka.
            Sudut bibir lelaki itu menyunggingkan senyum, sedikit dipaksakan.
Istri Papa saya. sahut lelaki itu.
            Ibu kamu?
            Lelaki itu menggeleng, Ibu tiri.
            Oh. Perempuan itu menghela napas, kemudian menghembuskannya cepat.
            Papa saya koma. sahut lelaki itu kemudian, pelan, dan sedikit bergetar.
            Perempuan itu tidak merespon apapun, ia mengarahkan pandangannya pada lelaki itu.
            Istri Papa saya bilang, sepertinya Papa sedang menunggu saya. ucap Lelaki itu pelan, malah lebih mirip seperti gumaman.
            Perempuan itu masih bisa mendengarnya. Ia menerka, meraba apa yang lelaki itu rasakan. Ia juga mulai menduga-duga kemana arah pembicaraan mereka kali ini.
            Saya—kalimat lelaki itu menggantung.
            Perempuan itu menatap lelaki di hadapannya.
            Tiba-tiba, dua orang waiter datang dan menaruh makan yang mereka pesan di atas meja.  Perempuan itu mengalihkan pandangannya dari lelaki di hadapannya.
            Selamat menikmati~ sahut salah satu dari dua waiter itu. Kedua waiter itu kemudian pergi.
            Suasana menjadi hening. Mereka makan dalam diam. Sibuk dengan pikirannya masing-masing.
            Sesaat setelah makanan perempuan itu habis, perempuan itu kembali menatap lelaki di hadapannya.
            Kamu harus pulang. sahut perempuan itu, lembut.
            Lelaki itu mendongak, mengangkat wajahnya.
            Kamu harus menemui Papa kamu. Perempuan itu berucap sambil tersenyum, suaranya menenangkan.
            Namun, Lelaki itu tidak merespon apapun dan kembali menyantap makanannya.
***
Jam di tangan lelaki itu menunjukkan pukul 7 malam, saat ia dan perempuan itu memasuki halaman apartemen tempat dimana perempuan itu tinggal. Tangan lelaki itu mengenggam tangan perempuan disampingnya, erat.
            Kamu harus pulang. ucap perempuan itu, lembut, untuk kesekian kalinya.
            Lelaki itu tetap diam, sejak tadi ia tidak merespon apapun.
            Perlahan, perempuan itu melepas genggaman tangannya dengan tangan lelaki itu.
            Lelaki itu menoleh, Saya ingin bersama kamu. ungkapnya.
            Perempuan itu mengangguk.
            Setelah semua urusan kamu selesai, kamu bisa kembali lagi kesini. Saya akan menunggu. ucap perempuan itu menenangkan.
            Lelaki itu tidak merespon apapun. Ia malah mengarahkan pandangannya ke langit. Malam itu, langit nampak cerah.
***
Pagi itu, stasiun nampak ramai oleh orang-orang. Setelah mendapatkan tiket, lelaki itu segera berjalan setengah berlari menuju perempuan yang duduk di kursi sambil memegangi tas backpacker miliknya. Lelaki itu akan pergi hari ini. Dan entah, perasaannya sedikit sakit.
            Perempuan itu mendongak saat melihat lelaki itu berdiri di hadapannya. Lelaki itu kemudian menggendong tas backpacker miliknya di pundak. Perempuan itu berdiri.
            Hati-hati.. ucap perempuan itu pelan.
            Lelaki itu meraih tubuh perempuan di hadapannya dan memeluknya sebentar.
            Saya akan segera kembali.
            Perempuan itu mengangguk. Ia buru-buru mengeluarkan ponselnya.
            Boleh saya memiliki nomormu? sahut perempuan itu cepat.
            Lelaki itu mengangguk, ia kemudian menyebutkan sejumlah angka pada perempuan itu.
            Harus saya namai apa nomormu ini? sahut perempuan itu lagi.
            Alam. Nama saya Alam. ucap lelaki itu.
            Ponsel lelaki itu tiba-tiba bergetar. Lelaki itu segera melihat ponselnya sekilas.
            Itu nomor saya! seru perempuan itu.
            Lelaki itu tersenyum.
            Kamu boleh menamainya Langit. lanjut perempuan itu.
            Suara peluit terdengar hingga ke seluruh penjuru stasiun, pertanda kereta sebentar lagi akan berangkat. Lelaki itu pamit.
            Jaga diri, saya akan segera kembali. ucap lelaki itu.
            Perempuan itu mengangguk, Saya menunggu.
            Lelaki itu berjalan pelan menuju salah satu gerbong. Sebelum masuk, lelaki itu nampak berbalik dan melambaikan tangannya sambil tersenyum pada perempuan itu.
            Perempuan itu tersenyum dan membalas lambaian lelaki itu. Senyumnya memudar saat dilihatnya, lelaki itu menghilang di antara penumpang lain yang ikut masuk ke gerbong tersebut. Perempuan itu berdo’a, semoga semua baik-baik saja. Semoga lelaki itu kembali kepadanya.
            Kereta pelan-pelan bergerak meninggalkan Stasiun. Perempuan itu berdiri mematung di tempatnya. Ia mengarahkan pandangannya ke langit, menahan air matanya agar tidak jatuh. Langit cerah yang dilihatnya tiba-tiba berubah mendung.
Kalau ada yang bertanya pada perempuan itu bagian hidup mana yang paling menyedihkan dalam hidupnya, maka ia akan menjawab saat kedua orangtuanya meninggalkannya. Namun, hari ini, perasaan sedih itu terkalahkan oleh perginya lelaki itu. Ia tidak pernah sesedih ini sebelumnya. Bukan hanya sedih, tapi perempuan itu juga merasa khawatir dan bertanya-tanya. Perasaannya tidak nyaman.
***
-bersambung-


Komentar

Postingan Populer