Batas Cerita - 2 [Cerbung]


 
Sebelumnya: http://nurefye.blogspot.co.id/2018/01/batas-cerita-prolog.html

http://nurefye.blogspot.co.id/2018/01/batas-cerita-1.html

***
Perempuan itu menyewa sebuah kamar di salah satu apartemen mewah. Ini sudah tahun kedelapan ia tinggal disana. Saat usia 12 tahun, kedua orangtuanya pergi meninggalkannya sendirian tepat di depan apartemen mewah ini. Kedua orangtuanya bilang akan segera kembali. Namun sampai saat ini, ia tidak pernah bertemu lagi dengan kedua orangtuanya. Dan perempuan itu tetap tinggal di tempat yang sama bertahun-tahun, agar jika suatu saat orangtuanya mencarinya, ia ada di tempat yang sama seperti saat mereka meninggalkannya dulu. Perempuan itu menunggu kedua orangtuanya.
Perempuan itu jarang sekali keluar rumah, hari-harinya sebagian besar dihabiskan di kamarnya. Ia suka menulis, tentang apa saja. Pekerjaannya yang sebagai penulis dan editor tidak mengharuskannya untuk pergi ke kantor, atau kemanapun. Perempuan itu tetap bisa bekerja dan mendapatkan uang, walaupun tidak keluar dari kamarnya.
            Kamarnya adalah dunianya. Perempuan itu menempel peta dunia yang terbuat dari kulit unta di sisi dinding. Sedangkan di sisi dinding lainnya, Menara Eiffel, Big Ben, Istana Westminster, Piramida, Candi Borobudur, Taj Mahal, Kereta api, Pesawat, Bajaj, dan banyak hal lain tertempel disana. Perempuan itu melihat dunia lewat Televisi, atau lewat buku-buku, atau yah, lewat jendela kamarnya yang mengarah ke jalan raya.
            Perempuan itu punya ritual khusus di pagi hari, yaitu duduk di samping jendela, mengamati orang-orang yang berlalu lalang di jaran raya sambil menyesap kopinya. Di siang hari, ia biasanya menonton televisi saat jadwal acara jalan-jalan keliling dunia ditayangkan, atau jika acara favoritnya itu tidak ditayangkan, ia akan membaca buku sambil bermalas-malasan. Sore hari, biasanya perempuan itu akan ketiduran. Ia akan bangun pukul 7 malam atau lebih, dan mulai bekerja, menulis atau mengedit naskah, sampai hampir subuh. Perempuan itu akan tidur lagi dan bangun pukul 6 pagi. Setelahnya, ia sudah stay di samping jendela kamarnya sambil menggenggam secangkir kopi pada pukul 6.30 pagi. Begitu seterusnya, setiap hari. Perempuan itu sebenarnya tidak membenci hidupnya, hanya saja kadang-kadang ia merasa bosan. Ia sering bertanya-tanya dalam hati, mengapa jalan hidupnya harus se-flat ini?
***
Ayah dan Ibu lelaki itu berpisah sudah sejak lama, mungkin saat ia masih sekitar 4 tahunan. Entah karena apa, lelaki itu masih terlalu kecil untuk mengerti. Setelahnya, ia tinggal bersama sang ibu di sebuah rumah besar milik neneknya. Rumah itu terlalu sunyi, jauh dari pusat kota. Mereka hanya tinggal berdua. Saat kecil, lelaki itu sering ketakutan, ibunya jarang keluar dari kamarnya. Kikik tawa sering terdengar dari sana. Lelaki itu mengintip dari di balik pintu. Dan pada suatu ketika, lelaki yang masih terlalu kecil itu harus menyaksikan ibunya mengiris pergelangan tangannya sendiri. Lelaki itu menatap kosong ibunya yang tergeletak bersimbah darah.
            Hal tersebut hanyalah salah satu alasan lelaki itu benci rumah.
            Lelaki itu lebih memilih untuk pergi berkelana tanpa tujuan, daripada menetap dalam rumah yang menyesakkan.
***
-bersambung-

Komentar

Postingan Populer