Batas Cerita - 4 [Cerbung]



***
[4]
Visanya di Negara ini hanya satu bulan. Lelaki itu menghitung tanggal di kalender, ia sudah tinggal selama hampir 3 minggu. Besok sudah masuk minggu terakhirnya di tempat tersebut. Ia harus mulai membuat rencana mengenai perjalanan selanjutnya. Atau barangkali, ia akan memperpanjang visanya? Menunggu hujan meneduhkan yang ia damba. Ia belum bisa menentukan.
            Lelaki itu merapatkan jaketnya dan berjalan keluar dari kamar penginapan. Setiap pukul 7 malam, lelaki itu akan pergi bekerja. Menjadi kuli angkat barang, tukang bersih-bersih, tukang cuci mobil, atau pekerjaan fisik lainnya. Biasanya ia baru kembali ke penginapan saat subuh, atau paling cepat tengah malam. Dan setelahnya ia akan tidur, kemudian pada pukul 8 pagi, ia sudah berdiri manis di belakang meja kasir sebuah minimarket kecil di ujung jalan.
            Siang hari, saat jam kerjanya telah selesai, biasanya perempuan itu sudah duduk manis di kursi di depan minimarket. Dan kemudian, ia dan perempuan itu akan berbincang hingga petang. Setelahnya, ia kembali ke penginapan untuk bersiap-siap dan berangkat kembali pukul 7 malam. Begitu seterusnya selama hampir 3 minggu. Sebetulnya uangnya sudah cukup untuk melanjutkan perjalanan, atau sekedar jalan-jalan di Negara itu di minggu terakhirnya ini. Namun, lelaki itu memilih tetap bekerja seperti biasanya.
            Perbincangannya dengan perempuan itu selalu menjadi hal yang ditunggu. Semacam candu. Lelaki itu menyadari, ia mulai menyukai setiap perbincangannya dengan perempuan itu. Ada rasa lain yang menyenangkan saat ia bertemu perempuan itu.
            Namun hari itu, lain dari biasanya. Perempuan itu belum terlihat bahkan setelah lelaki itu selesai bekerja. Lelaki itu duduk di kursi yang biasa ia tempati, menunggu. Namun, hingga matahari terbenam dan langit menggelap, perempuan itu tidak datang. Lelaki itu berjalan pulang dengan sedikit kecewa.
            Semoga saja besok. Lelaki itu berharap.
***
            Perempuan itu tetap tidak datang di hari selanjutnya. Namun, lelaki itu tetap menunggu, di tempat biasa. Ia menghitung jam, putarannya terasa sangat lambat. Ini tidak terjadi saat ia bersama perempuan itu. Sudah jelas, ada yang salah pada dirinya!
            Lelaki itu dengan sabar menunggu. Tepat pada pukul 5 sore, ia beranjak dan berjalan pulang dengan malas. Ia merasa sedikit kecewa, juga khawatir, dan sedikit bertanya-tanya.
            Apa perempuan itu tidak akan datang lagi?
***
Ini adalah hari ke empat. Perempuan itu tidak pernah datang lagi hingga hari ini. Lelaki itu berusaha membiasakan diri, dan berhenti memikirkan apapun. Namun, nyatanya sulit.
            Kadang-kadang, lelaki itu seperti melihat bayangan perempuan itu memasuki minimarket. Atau, ia juga kadang melihat perempuan itu sedang duduk di kursi depan minimarket sambil membaca buku, seperti yang selalu perempuan itu lakukan ketika menungguinya selesai bekerja. Kalau boleh jujur, selama empat hari ini, lelaki itu melihat perempuan itu dimana-mana. Di pasar, di sudut jalan, di dalam lemarinya, di cermin, di minimarket, dan, ya, dimana-mana! Lelaki itu rasanya hampir gila! Ia butuh bertemu perempuan itu.
            Jam di tangan lelaki itu menunjukkan pukul 3 sore. Ia masih duduk menunggu. Langit yang dilihatnya sudah terlihat mendung sejak tadi. Namun, lelaki itu belum mau beranjak. Hujan rintik-rintik perlahan turun, lelaki itu masih enggan beranjak dari kursinya. Fokusnya beralih menatap hujan yang menderas itu .
            Inikah hujan yang meneduhkan itu? Lelaki itu bertanya-tanya dalam hati.
            Tidak! Hatinya tidak terasa teduh. Ia hanya ingin bertemu perempuan itu.
***
Hujan sedang turun saat perempuan itu keluar dari Rumah Sakit. Kondisi tubuhnya masih sangat lemah, namun ia memaksa untuk pulang. Perempuan itu memanggil taksi online untuk mengantarkannya pulang. Sungguh, empat hari berada di rumah sakit membuatnya sangat muak. Ia tidak pernah suka rumah sakit. 15 menit kemudian, sebuah taksi berhenti tepat di hadapannya. Ia segera masuk dan duduk dengan tenang disana.
            Empat hari lalu, perempuan itu ditemukan pingsan di koridor oleh tetangga samping kamarnya. Orang itu kemudian membawanya ke Rumah Sakit. Dan menurut diagnosa dokter, perempuan itu terserang gejala tifus. Dokter mengharuskan perempuan itu untuk di rawat-inap. Semenolak apapun perempuan itu, dokter tetap tidak mengizinkannya pulang.
            Di hari ke empat, perempuan itu memaksa. Dokter akhirnya mengizinkannya pulang, walau kondisi perempuan itu belum benar-benar sehat. Perempuan itu tidak peduli.
            Melalui jendela taksi, perempuan itu menatap hujan yang semakin menderas. Sungguh, yang ada di pikirannya hanya lelaki itu.
***

-bersambung-

Komentar

Postingan Populer