Ada Apa dengan Tanggal 23 November? [Cerpen]

Hujan rintik-rintik mulai turun. Perlahan tapi pasti, bulir-bulir air ajaib itu mulai berjatuhan dengan deras hingga membasahi jilbab seorang gadis yang berdiri tepat di depan sebuah toko buku. Tak sedikitpun terbesit niat untuk berteduh, dia masih terfokus kearah jalan raya, barangkali saja orang yang telah dia tunggu hampir selama 3 jam itu datang. Dia melihat jam ditangannya, ini sudah kelewat maghrib. ‘ Ya Allah, haruskah aku tetap menunggu atau pergi menuju masjid untuk sholat ?’, gumam gadis itu pelan. Tapi jika dia pergi dan orang itu datang, maka dia tak akan bisa melihatnya lagi. Hari ini, tepat tanggal 23 Nopember kali ini mungkin adalah hari terakhir dia bisa melihat pria itu. ‘ Ya Allah, haruskah aku korbankan sholat maghrib ku ?? ’, gumam gadis itu lagi. Dia tetap setia menunggu dalam deraian hujan lebat. Pakaiannya mulai basah kuyup, dia tetap tegak berdiri. Menatap orang-orang yang berlalu lalang di depannya, baragkali saja, diantara mereka ada pria itu. Harapan yang tadinya pasti, kini mulai meleleh. Dia cemas. Akankah dia datang ??. 15 belas menit berlalu sejak azan maghrib tadi. Pria yang ditunggunya tak kunjung muncul. Tiba-tiba ponsel gadis itu bergetar menandakan ada satu pesan singkat yang masuk. Dia melihat ponselnya. 

From : Rifan
To     : Risa

“Kamu masih nunggu dia, sa? sampai kapan? kamu pasti belum sholat kan? Ya Allah, hati kamu pasti tahu apa yang seharusnya kamu lakukan sekarang. Lakukan itu, sa!"

Gadis itu terpaku. Saat ini perang batin besar-besaran sedang terjadi di dalam hatinya. Apakah dia harus tetap menunggunya? Ataukah pergi? Kini pakaiannya sudah tak berbentuk lagi, dia sangat berantakan. Hujan deras terus membasahi dirinya. Dan kini, nampaknya dia mulai menggigil. Tapi anehnya, dia tetap tak bergerak dari posisinya sejak tadi. Tetap berdiri tegap sambil mengamati  jalan raya, barangkali saja pria yang di tunggunya berada diantara orang-orang itu.

Tiba-tiba, butiran air hujan tak lagi membasahi dirinya. Gadis itu terkejut dengan apa yang terjadi. Seseorang memayunginya. Gadis itu menatap orang yang memayunginya. Tanpa dia sadari, butiran air mata mulai keluar dari mata indahnya, membasahi pipinya yang putih bersih.

“Belum sholat, kan? Stevan gak akan datang. Buat apa menunggu orang yang gak akan datang menghampirimu? Sholat yuk mumpung masih ada waktu“.

Pria itu tersenyum manis. Butiran air mata semakin deras membasahi pipinya, sama halnya dengan hujan saat itu. Nampaknya alam ikut berkonspirasi membuat suasana menjadi lebih dramatis.

“Sa, terkadang ada hal yang tidak bisa kita dapatkan selama apapun kita menunggu. Kita gak bisa memaksa Takdir.“

Gadis itu langsung menatap pria di hadapannya. Dia baru saja keluar dari masjid setelah melaksanakan sholat. Kali ini, wajahnya tidak lagi kusut. Ada sebongkah cahaya terpancar di wajahnya. Gadis itu hanya tersenyum. 

“Aku tahu.“

“Lalu? Kenapa kamu masih menunggunya?"

“Rifan, ini bukan tentang hal menunggu. Tapi ini adalah tentang mencintai. Hal yang paling tidak bisa kamu sangkal dalam hidup. “

“Kamu mencintainya?"

Gadis itu tersenyum. Lalu menatap pria di hadapannya.

“Kalau tidak, mungkin aku tidak akan sejauh ini."

“Mau sampai kapan? Mau sampai kapan kamu membuang waktumu untuknya?"

“Entahlah. Aku ingin kembali ke sana. Terima kasih telah mengingatkanku untuk sholat. Aku pergi dulu, Rifan."

Dengan sigap pria itu menghadang gadis bertubuh kecil ini. Dia menatapnya, berusaha mencari sebuah alasan tersembunyi di balik matanya.

“Ada apa, Rifan"

“Kenapa?"

“Apa?"

“Kenapa kamu mau kembali kesana?"

“Aku akan menunggunya lagi. Dia pasti datang. Dia sudah janji."

“Jangan pergi.."

“Rifan.."

Gadis itu menatap pria di hadapannya. Sekilas tatapannya nampak seperti tatapan memelas. Pria itu jadi tidak tega. Dengan berat hati, akhirnya pria itu memberi jalan untuknya, ya walaupun dalam hati tak ikhlas.

“Aku pergi."

Gadis itu tersenyum, lalu pergi begitu saja. Pria itu menatap punggung gadis itu lekat. Seakan tak ingin membiarkannya pergi kembali kesana. Dia sangat tak ingin. Ada satu perasaan aneh yang dia rasakan saat ini. Rasanya agak sakit, tepat dalam lelung hatinya. Ada apa ini? Inikah yang namanya jatuh cinta?

Hujan nampaknya semakin deras. Gadis itu kembali ke toko buku dengan berbekal sisa harapan. Langit mulai gelap. Bulan mulai bersinar terang diatas sana. Derai hujan membasahi pakaiannya lagi. Di depan toko buku itu, dia berdiri tegap sambil berharap-harap cemas. Memandangi jalan raya yang di penuhi oleh orang-orang yang berlalu lalang. Dia tetap setia menunggu pria itu.

Gadis itu tercengang melihat seorang pria yang berjalan diantara kerumunan orang-orang di jalan raya. Pria itu berjalan kearahnya. Seulas senyuman terukir indah di bibir tipis gadis itu. ‘Aku tahu, Stevan gak akan bohong', ucapnya dalam hati. Dia melambaikan tangan pada pria itu. Pria itu melihatnya, dan ikut tersenyum manis. Pria berjas hitam dengan kemeja abu-abu itu berjalan perlahan menuju seorang gadis tepat di depannya. Sebuah payung melindunginya dari deraian air hujan. Dia Stevan-

“Maaf aku terlambat."

Ucap pria itu datar. Gadis itu hanya tersenyum. Ya, tersenyum. Dia sudah sangat terbiasa tersenyum dengan semua kesalahan yang dilakukan pria di hadapannya itu.

“Apa kabar?"

“Baik. Aku sibuk akhir-akhir ini. Barusan, aku baru saja menyelesaikan foto prawedding-ku. Aku juga sibuk mencari wedding organizer untuk pernikahanku nanti."

“Foto pra-wedding? Pernikahan?"

“Ya. Aku datang kesini untuk memberikan ini."

Pria itu menyerahkan sebuah undangan yang terbungkus rapi dengan plastik bunga-bunga yang menghiasinya. Ada foto pria itu dan seorang wanita yang tidak dia kenal disana.

Dalam sekejap, gadis itu merasakan jantungnya berhenti berdegup. Langit seakan runtuh. Dia menahan air matanya agar tidak keluar. Dia tak ingin pria itu melihatnya lemah. Dengan tegar, dia mengambil undangan itu.

“Tanggal 23 bulan depan, aku akan menikah."

“Be.. Benarkah? Oh, syukurlah. Selamat."

Gadis itu mencoba tersenyum. Tak sadar, butiran air mata mulai keluar dari mata indahnya. Untung saja cuaca sedang hujan, mungkin pria itu tak akan menyadarinya.

“Aku harus kembali. Malam ini aku harus mengahadiri acara makan malam dengan calon mertuaku."

“Hmmm.. Iya. Tentu. Hati-hati. Terima kasih atas undangannya."

Pria itu pergi. Seulas senyum terukir di bibirnya sebelum dia pergi. Tak berapa lama, dia langsung menghilang di telan keramaian orang-orang yang berlalu lalang. 

Gadis itu terpaku. ‘Bahkan kamu tidak memayungiku barang sebentar saja. Kamu memang tidak peduli', ucapnya dalam hati. Air matanya terus berderai membasahi pipinya. Hancur semua. Ya, hancurlah semua harapannya.

Hujan makin deras. Pakaiannya sudah sangat basah kuyup. Badannya sudah menggigil sejak tadi. Pikirannya kacau saat ini. Air mata terus mengalir tak henti-henti. Tiba-tiba, air hujan tak lagi membasahi dirinya. Seseorang memayunginya. Dia menatap orang itu. ‘Rifan..' gumamnya dalam hati. lagi-lagi Rifan memayunginya. Senyuman tulus terukir indah di bibir manis pria itu.

“Kamu menggigil. Ayo pulang." ucapnya lembut. 

Tangisan gadis itu malah semakin menjadi-jadi. Bulan dan bintang bersinar terang. Mereka seakan menjadi saksi, bahwa hari ini, tepat tanggal 23 november ini, sesuatu hal yang sangat menyakitkan terjadi.


End.
(5 November 2014, Nur Fitriyani)

Komentar

Postingan Populer